Perbedaan : Rahmat atau malapetaka?

Perbedaan; Rahmat Ataukah Malapetaka?
Written by nusyria
Thursday, 19 April 2007
Ditulis Oleh: dr. Hassan Awwad
Dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang
Segala puji bagi Allah tuhan semesta alam solawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada baginda rosulullah sang penyayang dan petunjuk ummat beserta ahli baitnya yang mulia dan disucikan dan para sahabatnya yang terpilih sekalian .

Umat islam pada masa kini tidak asing lagi melihat perbedaan dan bermacam-macam golongan yang pasti menimbulkan konflik dan kesengsaraan serta menyeret orang-orang yang punya kepentingan (vested interest) untuk memecah belah barisan, itu semua tidak aneh lagi bagi kita.

Akan tetapi tidak semua perbedaan demikian halnya, ada perbedaan yang mengharuskan terjadi dikalangan umat manusia disebabkan berbeda-bedanya tingkat pemahaman dan pengetahuan mereka sebagaimana sabda Rasulullah SAW :”atau pemahaman yang dianugrahkan Allah SWT kepada orang muslimorang” H.R Bukhori. Juga untuk menjaga kemaslahatan ummat dari campur aduk egoisme pribadi dan untuk membebaskanya dari kejahatan ambisi dan dominasi dimana dalam manhaj islam perbedaan adalah ushul tasyri’ (prinsip-prinsip syariat).

Factor-faktor yang mendasari lahirnya perbedaan beberapa hal diantaranya:
1.perbedaan dalam bakat, kemampuan, pemahaman dan analisa.
2.perbedaan dalam situasi dan kondisi.
3.perbedaan dalam memahami dalil-dali yang bersifat dhoniyah (hipotesa)
4.perbedaan dalam memahami bahasa arab sebagai bahasa al qur’an.
5.perbedaan dalam menjadikan sebagian sumber hokum seperti istihsan dan masolih mursalah.
6.berbeda dalam menetapkan nas-nas syar’i atau meniadakannya.
7.berbeda dalam cara menyatukan atau mentarjih (mengutamakan) nas-nas yang saling bertentangan.
8.perbedaan dalam kalisifikasi hadits dan dalam menghukuminya.

Adapun kalangan ahli fiqh dan para pemimpin ummat tidak sembarangan mengatur hukum-hukum syriat kecuali bila mereka termasuk kalangan mujtahid yang kapabel dalam berijtihad, sebab mereka lebih memahami al quran dan sunnah, dan mengetahui secara mendalam kaedah-kaedah serta tujuan diberlakukannya syriat yang diperuntukan untuk menjaga kemaslahatan ummat.

Syariat Islam kaedah-kaedahnya adalah bersifat samawi (bersumber atas wahyu) -firman Allah “ semua hukum adalah mutlak bagi Allah” Q.S al An’am:57- dan sesui dengan tabiat manusia. Untuk itu syariat islam tidak bersifat kebetulan dan bukan timbul dari hasil peradaban atau masa tertentu, dan bukanlah syri’at omong kosong dengan tidak pernah memperhatikan kemaslahatan akan tetapi merupakan rahmat dan kebaikan dhohir batin.
Kekayaan pustaka fiqh (turotsul fiqhi) yang ditinggalkan oleh para salafussolih (ulama jaman dulu) kepada kita adalah merupaka tonggak pijakan utama aplikasi syariat islam, dengan syarat tidak terfokus dalam satu madzhab karena hal tersebut untuk membawa kepada pilihan hukum yang lebih luas dari berbagai macam madzhab fiqh, sebab tidak ada dalil yang mengharuskan untuk bermadzhab tertentu akan tetapi bagi para mukalaf (aqil baligh) di persilahkan untuk memilih madzhab fiqh yang sudah terkodifikasi, diakui kebenaranya dan mutawatir pengambilannya dengan syarat tidak mencari-cari kemudahan dalam beribadah yang tidak dibenarkan dan tidak diterima oleh madzhab manapun.
akan tetapi harus diingat bahwasanya bebas memilih madzhab bukan berarti bebas mengambil pendapat syadz (lemah) yang tidak berpegang pada dalil mu’tabar (acceptable), bukan juga mencari kemudahan atau mengikuti hawa nafsu, bukan juga mengikuti pengaku-ngaku ulama akan tetapi kita harus faham bahwa tidak mengambil ilmu kecuali dari ahlinya, Muhamad bin Sirin berkata : “Ilmu adalah sebagian dari agama maka lihatlah dari siapa kamu mengambil agamamu”. Ibn Mubarok berkata : “Isnad termasuk bagian dari agama sebab bila tidak ada isnad orang akan semaunya berkata”. Attakhyir (tidak terfokus satu madzhab) adalah untuk menghilangkan kesulitan dan kesusahan dalam menjalankan syariat-Nya. Allah SWT berfirman : “Tidak dijadikan agamamu kesusahan bagimu” dan sabda Nabi SAW : “Perselisihan ummatku adalah rahmat” dan dalam riwayat yang lain “Perselisihan sahabat-sahabatku adalah rahmat bagimu” dan Umar bin Abdul Aziz menguatkan dengan ucapannya :”bukanlah suatu hal yang membahagiakan diriku seandainya para sahabat tidak berbeda pendapat karena seandainya mereka tidak berbeda maka tidak ada ruhksoh (keringanan)”.

Allah menyukai bila rukhsah-Nya dijalankan sebagaimana menyukai bila azimah-Nya dijalankan. Ibn Abidin berkata : “Perbedaan dikalangan para mujtahid dalam furu’ adalah rahmat untuk keluasan manusia”. Rosulullah adalah satu satunya referensi dalam undang undang maka dari itu kita melihat banyak kaul dalam satu masalah seperti: “Berkata Abdullah bin Umar: Rosulullah memanggilku di hari ketika pulang dari perang Akhzab agar tidak solat asar kecuali di bani quraedhoh maka sebagian sahabat takut kehabisan waktu kemudian solat asar sebelum sampai di bani quraedhoh yang lain berkata kami tidak akan solat asar kecuali apa yang telah di perintahkan rosulullah walaupun kehabisan waktu, Abdullah bin Umar berkata dalam hal ini tidaklah ada yang salah diantara keduanya.” HR.Bukhori.

Atas dasar itu kami jelaskan sebagai berikuit:
1.Sesungguhnya perbedaan diantara ulama hanya pada masalah masalah furu’ tapi sepakat dalam pokok pokok akidah, rukun rukun iman, dan ijma’ seperti wajibnya solat dan haramnya zina.
2.Perbedaan dalam masalah fiqh dan hukum hukum tafsili adalah hal yang wajar.
3.Perbedaan yang ditinggalkan oleh salafussolih kepada kita adalah tidak berdasarkan hawa nafsu atau kepentingan personal melainkan asas ilmiyah.
4.Perbedaan tidaklah muncul dari nas nas yang qotiyyatutsubut dan qotiyyatudilalah seperti quran dan hadits mutawatir akan tetapi muncul dari hadits ahad dan dzonniyudilalah.

Terakhir kami berkata kepada mereka yang tidak mengakui perbedaan dsan hanya mengakui satu madzhab karena sempitnya pemahaman mereka dan menyerang madzhab madzhab lain dan menyerukan penyatuan madzhab dengan mengatakan tidaklah perlu perbedaan perbedaan selama agama satu quran satu dan hadits satu.

Kami berkata sebagaimana Umar al Faruq berkata sebagaimana terjadi pada dirinya kenapa ummat ini berbeda padahal nabinya satu qiblatnya satu dan kitbnya satu kemudian bertanya kepada Ibn Abas dan berkata Ibn Abas Ya pemimpin orang orang mukmin al quran diturunkan kepada kita kemudian membacanya dan kita mengetahui sebabnya turun dan sesungguhnya bakal ada golongan setelah kita membaca al quran dan tidak tahu sebabnya diturunkan maka setiap golongan mempunyai pendapat masing masing kalau sudah begitu mereka akan berbeda pendapat.

Oleh sebab itu ulama membuat kaedah fiqh keluar dari perbedaan adalah mustahab untuk menjaga dan mencintai golongan lain juga menjaga rahmat yang lahir dari perbedaan fiqhiyah dan demi tetapnya kebaikan agama tanpa fanatisme buta dan bodoh.
Semoga Allah menjadikan hati hati kita satu untuk mencintainya dan mencintai rosulnya,keluarga,para sahabat dan ulama al amilin.
Walhamdulillahirobil alalmin.
Diterjemahkan Oleh: Lakpesdam PCI NU Syria Libanon 2006-2008
Teks asli disimpan oleh Lakpesdam.

sumber : http://nusyria.net/index.php?option=com_content&task=view&id=19

0 komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.

You can replace this text by going to "Layout" and then "Page Elements" section. Edit " About "