HIKMAH PERJALANAN UMRAH 26 APRIL – 6 MEI 2007


Preface

Segala puji hanya milik Allah SWT atas segala rahmat karunia yang Allah berikan, hingga detik ini, tanggal 26 Oktober 2008, jam 1:44PM (dini hari), aku masih diberi-Nya kesempatan untuk menuliskan kembali pengalamanku ke tanah suci haram. Shalawat dan salam kupanjatkan kepada Nabi besar Muhammad SAW beserta keluarganya yang mulia, sahabatnya yang agung, dan pengikutnya (semoga diri ini termasuk didalamnya sampai akhir hayat) sampai akhir zaman nanti.

Malam ini sulit sekali diri ini untuk tertidur. Sepertinya mata ini ingin melek terus. Selintas teringat akan segala planning haji yang akan kami berdua rencanakan, dan akhirnya campur tangan Allah, diri ini menerawang flash back, aku jadi teringat akan perjalanan umrahku 1,5 tahun yang lalu… Alhamdulillah, Allah mengijinkanku menuliskannya kemudian. Setiap kali kubuka file tersebut, tangan ini sepertinya tak bisa berhenti untuk menambahkan hikmah perjalanan yang kurasakan.

Tidak terasa, 1,5 tahun sudah sejak perjalanan umrahku yang kuanggap sebagai “MY BEST UNFORGETABLE SPIRITUAL MOMENT IN MY LIFE”. Walau disana aku mengalami juga kegagalan dalam menghadapi ujian Allah di tanah suci, namun terasa sekali dari kegagalan pun Allah memberiku karunia hikmah yang tak ternilai harganya. Memang terasa dan terbukti janji Allah didalam AlQur’an, surat Al Baqarah : 269, yang artinya, Allah menganugerahkan al hikmah  kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak…”. Begitu berharganya hikmah perjalanan tersebut buatku, sampai aku ingin juga teman-temanku, sahabat-sahabatku, bisa juga mendapatkan hikmah seperti yang kurasakan. Setiap kali ada teman yang berangkat haji atau umrah, kuprint out untuk mereka, dan kuberharap semoga mereka tidak mengalami beberapa kegagalan dalam menghadapi beberapa ujian Allah saat di tanah suci seperti yang pernah kurasakan disaat-saat itu.

Hingga suatu saat file tersebut hilang di computer. Kucari-cari tidak ketemu. Diri ini berdialog dalam hati, “Ya Allah, kemanakah file itu berada. Apakah karena di dalam diri ini masih bercampur dengan riya belaga’, dalam pemberiannya kepada teman-temanku. Jika memang inilah cara-Mu agar aku kembali kepada jalan-Mu untuk menghilangkan sifat riyaku, aku ridho ya Allah”. Awalnya hati ini merasa sedih kehilangan tulisan ini, namun Alhamdulillah, dengan dialog-demi dialog di dalam hati, lama-lama biasa saja. Kalbu ini merasa bahwa sepertinya Allah menginginkanku untuk menyimpan perjalanan ini di dalam diri mu sendiri. Hari demi hari berlalu, hingga suatu saat kutemukan hard copynya saat sedang membereskan buku-buku di lemari. “Alhamdulillah, ternyata ada”. Namun lewat begitu saja, terlupakan lagi.

Hingga malam ini di saat suamiku membuka kembali buku “Madinah” & Makkah”. Aku suka sekali menyusuri buku2 yang dibaca mas Ahmad, suamiku tersayang, suamiku yang cool & care dengan caranya. Aku suka penasaran, kenapa ya suamiku tiba-tiba pingin lagi buka buku itu?

Saat tidak bisa tidur, inilah bukti keimananku lagi turun, malah nonton TV, bukannya sholat malam, zikir (ampuni aku ya Allah atas kealfaanku). Padahal diri ini udah mulai konflik batin, tahu sih bahwa nonton ini ga menambah ketaatan, kelogisanku masih kental saat itu, ah sekali-kali lah pingin juga (saat itu aku ga sadar, bahwa musuh nomor wahid berhasil memprovokasi aku). Ganti channel, Starworld, udah mau mulai “Desperate Housewife”, gaswat film yang kusuka, gimana nich. Sempat kutonton beberapa menit, sambil diri ini berdialog dalam hati, “apakah ini bisa menambah ketaatanku? Kayaknya tidak deh. Tiba-tiba terasa hampa diri ini, hiburan-hiburan seperti ini, tidak membuat kalbuku ‘penuh’, hampa saja yang kudapat. Habis itu, biasanya nyesel, kenapa aku ga sholat malam.  

Alhamdulillah, akhirnya ‘provokosi musuh nomor wahid’ bisa diabaikan juga walau sempat juga nonton sebentar (memang nonton TV itu ibarat virus yang bisa menjalar ke channel-channel yang lain, aku kudu hati-hati!!! Waspadalah!!). Langsung kumatikan TV,  kuberanjak dari tempat tidur, menuju living room. Tiba-tiba diri ini tergerak untuk membuka buku “Madinah “ dan “Makkah” lagi. Setelah itu, pada dini hari buta tadi, aku mencari hardcopy cerita perjalanan umrah waktu itu, Alhamdulillah setelah dikulik-kulik ketemu. Aku juga tidak tahu kenapa tiba-tiba aku semangat untuk mengetikkannya kembali, sebagai tanda penguatanku terhadap hikmah perjalanan yang pernah kudapatkan. Aku ingin menggalinya kembali ya Allah, ijinkanlah hamba-Mu yang dhoif ini. Sehingga diri ini bisa meningkatkan kembali keimanan yang sedang turun, merasakan kembali getaran-getaran jiwa disaat mengingat-Mu seperti waktu itu. Ampunilah hamba-Mu ini ya Allah. Diri ini ingin memulai lembar baru kembali ke jalan-Mu yang lurus, dengan menuliskan flash back perjalanan umrah waktu itu. Ijinkan hamba ya Allah, untuk menjadikan momen ini sebagai momentum untukku agar mempunyai ghirah, semangat, azam yang kuat untuk lebih bermakna di mata-Mu dan manusia. Sebagai momentum yang dapat memecutku untuk bisa menjalankan perintah-Mu dan menjauhi larangan-Mu lebih baik lagi.”

Untuk kesekian kalinya, kuupdate kembali spiritual journey ku ke tanah suci. Alhamdulillah, Allah masih mempercayakan tulisan ini lewat seberkas hardcopy yang terselip di lembaran-lembaran artikel yang kukumpulkan.
IJinkan aku memulai menyalinnya & merasakannya kembali dalam kalbu ini ya Allah.. Audzubillahiminasysyaithoonirrojiim. Bismillahirrahmaanirrohim.
Kulanjutkan ceritaku. Besoknya, 27 Oktober 2008, pap..kenapa tumben kok tiba2 mau buka buku “Makkah” & “Madinah” lagi? Ga’ tau mam, Madinah yang paling berkesan buatku.. oooo.. aku ikutan baca buku itu lhoo.. btw..saving plan kita udah berapa ya? Udah bisa dikali dua kan pa, kan kita awal buka saving plan pas Dimas usia 3 bulanan.. memang udah mam…udah bisa pergi haji tuuhh kita.. ya udah..gimana klo kita ikhtiar untuk tahun dpn, ga usah nunggu 2 tahunlagi.. di malam yang sama..mama, papa, bapak ibu pun meridhoi.. apakah ini pertanda Allah memberiku lampu hijau untuk pergi haji?.. Wallahu alam bissawab. Aku hanya mampu berikhtiar, selebihnya keputusan adalah hak prerogratif Allah.. besoknya, tanpa diduga secepat itu, keempat orangtua kami meridhoi kami berangkat. Semoga ini pertanda, bahwa Allah memberi kami lampu hijau untuk melanjutkan ikhtiar kami selanjutnya.


HIKMAH PERJALANAN UMRAH 26 APRIL – 6 MEI 2007

Segala puji hanya milik Allah SWT atas segala rahmat karunia yang Allah berikan. Shalawat dan salam kupanjatkan kepada Nabi besar Muhammad SAW beserta keluarganya yang mulia, sahabatnya yang agung, dan pengikutnya (semoga diri ini termasuk didalamnya sampai akhir hayat) sampai akhir zaman nanti.

Subhanallah sepertinya masih terngiang-ngiang momen perjalanan umrah, ternyata ta’ terasa sudah 1,5 tahun lamanya sejak kami pulang umrah dari tanah suci.

Sejak mama papa dan ibu bapak pergi haji tahun 2006 lalu, tergerak hati kami untuk bisa berangkat kesana.. dan gerakan hati ini semakin menguat sehingga melahirkan tekad untuk berikhtiar menuju ridho Allah menggapai kebahagiaan dunia akhirat. Hakikat berhaji, adalah pulang kembali fitrah, seperti bayi yang baru lahir. Umrah adalah haji kecil, tapi rasanya malu diri ini jika tujuanku umrah adalah latihan kembali fitrah. Mas Ahmad yang sudah pernah berumrah bersama bapak ibu tahun 1999, memang berniat ingin mengajakku umrah dulu baru pergi haji sebagai ‘try out’ untuk pergi haji yang ujiannya lebih berat lagi. Thanks honey, for everything. Semoga Allah merahmatimu dan memberkahi segala hal yang mas lakukan.

Sejak Januari 2007 kami bertekad untuk umrah.. namun pada waktu itu tabungan kami belum mencukupi.. kami hanya membayangkan tabungan dari Mandiri Syariah digabung dengan uang arisan yang aku depositokan beberapa bulan yang lalu. Subhanallah, ternyata ada berita bahwa bakal ada uang bonus. Seandainya benar ada bonus, itu berarti sepertinya Allah meridhoi kami untuk meneruskan ikhtiar umrah kami. Ternyata, Alhamdulillah, di akhir Februari 2007, bonus memang ada dan harganya hampir pas dengan total biaya umrah untuk kami berdua yaitu Rp 22.000.000. Allahu akbar..Allah Maha Besar.. yang menguasai segala makhluk dan segala keinginan… sepertinya Allah mulai memberiku lampu hijau sampai di perempatan jalan ikhtiar berikutnya.

Subhanallah, ternyata nikmat sekali menghanyutkan diri dengan kehendak illahi robbi.. kami biarkan Allah yang menggiring kami untuk ikhtiar selanjutnya. Pada saat kami utarakan kepada keempat orangtua kami, bapak ibu setuju, mereka merekomendasikan Ramani, tapi sepertinya mama kurang ridho dihubungkan dengan cuaca yang sangat panas. Aku mengerti ya Allah, betapa sayangnya mamaku padaku. Walaupun aku sudah menikah, tapi masih memperhatikan penampilan anaknya..takut hitam..klo kutafakuri, ada baiknya juga, biar aku ga jadi bahan ujian alias bahan gibah orang lain, apalagi klo ketemu saudara dekil in the kummel karena ga merawat diri, biasanya jadi bahan ghibahan orang..sempat terbersit dalam diriku, untuk mengubah jadwal umrah bukan pada bulan April Mei tapi pada bulan-bulan yang cuacanya tidak panas…

Namun suamiku mengingatkanku, Allah menggiring suamiku untuk mengingatkanku bahwa padang Mahsyar itu jauh jauh lebih panas dari panasnya cuaca di tanah suci..boleh jadi hitam itu fisiknya, tapi ruhaninya bisa kinclong. Aku sempat berdoa kepada Allah, “Ya Allah, berikanlah aku cara untuk mendapat ridho dari orangtua”…

Meski ridho mama belum kudapat, aku berusaha meneruskan ikhtiarku dengan membuat paspor. Saat suamiku sudah mendaftarkan diri untuk mengajukan paspor, tidak serta merta dipanggil. Subhanallah, campur tangan Allah, sahabatku mengingatkanku untuk memfollow up person in charge dalam hal pengurusan paspor untuk CPI. Klo mau umrah bisa minta lebih cepat. Suamiku tipical yang procedural, kuberanikan diriku untuk menghubungi beliau agar bisa mendapatkan form pengisian paspor, akhirnya beliau memberikannya dengan penekanan, “bener ya bu…ibu memang bener2 mau umrah ya”. Iya pak, kita bohong kalo mau berangkat. Pengisiannya pun berlembar-lembar. Berminggu-minggu form itu dibiarkan tergeletak di meja, ga disentuh-sentuh. Aku berkali-kali mengingatkan suamiku, api akhirnya kalo memang klo Allah meridhoi, akhirnya suamiku mulai mau mengisinya dengan sepenuh hati selama beberapa hari, aku nemenin suamiku bergadang untuk ngisi paspor. Akhirnya setelah beberapa hari, kemudian kami dipanggil ke Dumai untuk foto. Kemudian 2 minggu kemudian kembali lagi untuk cap jempol. Subhanallah, akhirnya selesai juga, sepertinya Allah memberiku lampu hijau sampai di perempatan jalan ikhtiar selanjutnya.

Akhirnya Allah menjawab doaku. Mama akhirnya ridho aku berangkat dengan cara yang memang Allah tunjukkan secara tiba-tiba. Aku memang sengaja menaruh keberangkatan kami berdua di akhir April, karena nanti di saat di tanah suci, pas dengan 5 tahun pernikahan kami. Tiba2 saa kakakku menelponku mengenai keberangkatan aku umrah, “Ep..kata nyokap pas tanggal itu panas ya..”..aku bilang ke kakakku, “emangnya ayuk aja yang mau honeymoon. Kan pas umrah itulah my first anniversary.” Subhanallah, mamaku mulai luluh karena ternyata kupilih pergi di bulan itu karena pada saat itu ada hari yang special buat kami berdua. Alangkah indahnya, jika kami merayakan 5 tahun pernikahan kami di tanah suci haram, Alhamdulillah. Bagi kami berdua ini bukanlah tujuan utama, tapi hanya factor pendukung saja. Ternyata Allah menjawab doaku, aku diberi-Nya cara agar orangtua memberi ridho atas keberangkatan kami ber-umrah. Beberapa hari kemudian, mama menelepon, “Ev, kamu ga usah banyak persiapan umrah, mama ada semua saat haji kemarin. Anak-anak sama mama saja, mama kan udah pension. Lagipula di rumah ada asisten juga, selain Win Siti kukerahkan ke Karawaci. SUbhanallah, subhanallah, allahuakbar.

Ikhtiar berikutnya, setelah selesai paspor, paspor baru tersebut harus dikirim ke Jakarta by post karena kita ga ada waktu untuk kesana langsung. Begitu juga harus menyertakan surat nikah. Betapa kami diuji lagi, suamiku berkata “Inilah tes ridho Allah, seandainya Allah ridho, paspor ini bakal nyampe”, tapi kalo Allah ga ridho, ya ga nyampe. Kami ikhtiar maksimal pakai TIKI yang ada asuransinya. Subhanallah, ternyata Allah memberiku lampu hijau sampai di perempatan ikhtiar selanjutnya.

Hari berganti hari, sampai tibalah saatnya di malam keberangkatan. Tak dinyana, sahabat-sahabat mitra taat datang bersilaturahim ke rumah. Tidak terkatakan, memang Allah tau yang kubutuhkan, walaupun tidak kuutarakan kebutuhanku kepada-Nya. Aku dikasih celana putih baru, yang mana memang aku butuh, baru aja celana putihku diganti resletingnya karena aku mersa ga butuh beli baru. My best friend juga ngasih baju putih, yang ga jadi kubeli di Karsinah. Ternyata jodoh juga lewat beliau, subhanallah betapa indahnya persahabatan kami karena dilingkupi tali Allah dengan satu tujuan, kebahagiaan dunia akhirat.

26 April 2007

Tanggal 26 Apil kami berangkat, naik coplane. Tes kalbu, tanpa Win & Siti, baru terasa punya anak tiga. Hari yang menghebohkan di jalan menuju bandara Dumai, Allah menguji dengan mogoknya bis saat mendekati Dumai. Subhanallah, cukup lama mogoknya, akhirnya hidup lagi. Tiba di bandara Dumai, ternyata pesawatnya kudu ke pekanbaru dulu, akupun berkata, “Wah, nambah ujian lagi nich”. Disaat itu, kami sekeluarga pas bareng suami sahabat yang combus, beliau berkata, “Bukan nambah ujian, nambah peluang”. Ternyata keyakinan ini terus dibenamkan Allah kepadaku. Kalbu ini berbicara, “Iya juga ya, diri ini jadi lebih semangat menjalaninya. Pastilah Allah punya maksud kenapa hal ini terjadi pada diriku, semoga menjadi peluang pahala sabar yang kata pak ustadz nilainya tak terhingga..amiin. Di pesawat, Nana sama aku, Nano dan Dimas sama papanya. Subhanallah, memang Allah Maha Pengatur, yang rewel Nana yang lain tidak, sampailah sampailah kami di Halim Perdana Kusuma. Alhamdulillah Allah masih memberiku lampu hijau sampai di perempatan ikhtiar selanjutnya. Sampai di HPK, nunggu opa. Mobil opa pada saat itu AC nya lagi mati, karena klo AC nya dihidupkan, mobilnya langsung “over heat”. Alhamdulillah kami pada saat itu santai saja, walau peluh keringat membasahi baju kami semua walau jendela udah dibuka sebagian. Wajah anak2 udah pada kucel, tiba2 ditambah hujan saat kami mau ke Ramani, travel Umrah yang akan mengantarkan kami ke tanah suci. Karena jendela dibuka sebagian, anak2 kena hujan sedikit-sedikit, semua kami jalani, anak2 mulai kelaparan, biscuit yang kubawa untuk bekal di jalan mulai habis. “I’m sorry my dear”, kami sadar bahwa ini adalah ujian dari Allah. Subhanallah, staf Ramani adalah tipe orang2 yang praktek. Bangunannya serba ungu tertata rapih. Stafnya merangkap tukang parkir tanpa ada rasa sungkan sama sekali. Mereka pun tidak membedakan apakah kita datang dengan mobil mewah mengkilat, atau mobil sederhana. Kami yang datang dengan muka kucel pun, semua dianggap sama, karena memang semua orang sama di mata Allah, subhanallah, memang Islam itu praktek.
Sampai di rumah Karawaci disambut oma yang udah prepare atas kedatangan kami. Mamaku bener-bener ibu yang perhatian sama anaknya. Semua perlengkapan hajinya kemarin dikeluarkan buat dipinjamkan, bahkan ada juga yang dikasihkan ke aku. Benar kata pribahasa, Kasih ibu memang sepanjang jalan, kasih anak sepanjang galah…apalah awa’ ni..
27 April 2007
Satu hari sebelum perjalanan umrah. Kami nyenengin anak2 dulu, Menuhin perhatian mereka. Dimas sudah mengerti bakal ditinggal ma pa nya. Dan Allah sedemikian rupa mengatur, Dimas gpp ditinggal karena omanya bakal sering ngajak ke Timezone. Maklum kita orang kampong yang pulang kota, jadi rada takjub ama mall. Apalagi Dims, kakak2ku semua ngumpul, begitu terasa bahwa memang betapa Allah & Rasululullah tidak henti-hentinya di Al Quran dan hadaits menekankan pentingnya tali silaturahim, tapi ternyata tali silaturahim tanpa diliputi tali Allah, mudah putus. Aku mampir ke rumah kakakku Yanto, dekat dengan rumah mama. Disana kami ngobrol banyak hal yang mudah2an menggiring ke ketaatan. Kakakku kukomporin biar naik haji, semoga Allah membukakan pintu hidayah kepada kakakku yang baik hati dan pemurah itu. Aku juga sempet nonton video amazing saat kakak iparku melahirkan, subhanallah, ternyatalah begitulah aku dulu. Memang kasih ibu tak akan terbalaskan. Mom, I love you, betapa banyak hikmah saat aku bersilaturahim jika aku ingat Allah. Aku memohon kepada Allah agar menguatkan tali silaturahim kami semua dengan ikatan-Nya. Akhir hari menjelang, Allah memberiku lampu hijau sampai di perempatan ikhtiar selanjutnya. Finishing packing di malam hari sudah siap.

28 April 2007
Mulailah perjalanan ruhani kami berumrah. Mama, papa dan kakak-kakakku serta Dimas (Nano & Nana tinggal di rumah oma) mengantar ke bandara. Alhamdulillah kami berdua dikuatkan untuk tidak menangis saat mereka meninggalkan kami. Dimas pun ga ada cara menangis saat ditinggalkan, ketawa ketiwi aja karena mau diajak jalan-jalan sama kakak-kakakku. Mungkin memang kata Allah aku ga mampu klo ngeliat Dimas nangis ditinggalin ortunya. Keluargaku balik duluan, ga nunggu sampai kami check in.
Saat menunggu check in, kami berkenalan dengan satu keluarga, bapak, ibu dan anak perempuannya yang sudah menikah. Anak itu menangis, karena harus meninggalkan anak dan suaminya yang ga bisa ikutan. Aku bilang ke dia, “Pulang kita sendiri-sendiri mbak. Semoga bisa jadi latihan”. Ternyata Allah mengetes pernyataanku yang ‘pulang sendiri-sendiri itu’. Kami berdua kaget juga dari banyak pasangan yang pergi lewat travel Ramani, Cuma kami berdua yang tidak digabung dalam satu tempat duduk. Aku dan mas Ahmad dipisahkan lorong tempat orang lalu lalang. Awalnya sempat juga ada rasa gelisah ..kok begini, kok begitu..was-was hati ini. Akhirnya aku bisa merenung, “ternyata ini ada peluangku membuktikan kata-kataku, bahwa “pulang sendiri-sendiri”. Bisakah aku tetap bahagia walaupun ga sebangku sama mas Ahmad.
Pesawat di delay jadi berangkat jam 1 siang. Aku mikir, wah tapi ini juga peluang ikhtiar. Apakah itu sudah takdir? Atau karena aku belum ikhtiar? Akhirnya aku coba tanya ke pramugara apakah ada seat kosong supaya kami berdua bisa satu tempat duduk. Setelah nunggu-nunggu, akhirnya pas kebetulan kehendakku cocok dengan kehendak Allah, aku akhirnya dapat seat meskipun jauh dari rombongan, dan di areal TKW. Sempat ada rasa sombong, namun diri ini berdialog di dalam hati, “Semua kan sama di mata Allah”. Malah kami berdua ditempatkan disebelahku seorang TKW yang bekerja di Riyadh Arab Saudi. Alhamdulillah terasa diri merasa zero saat mengobrol dengannya. Wanita itu seorang janda tanpa anak yang sudah mengembara kemana-mana menjadi TKW. Karena dirinya merasa sepi hidup sendiri di negeri sendiri. Dalam hati aku mendoakan semoga ia menemukan tujuan hidup yang sebenar-benarnya, kebahagiaan dunia akhirat, yang tidak bisa dinilai dengan materi apapun. Kebahagiaan sebagai seseorang pengembara yang bukanlah dalam arti fisik, tapi ruhku yang mengembara. Seperti Rasulullah pernah bersabda, “Perumpamaan hidup di dunia ini bagiku tidak ubahnya seorang musafir dalam perjalanan jauh yang singgah berteduh di bawah pohon kayu yang rindang untuk melepaskan lelah. Kemudian dia harus berangkat meninggalkan tempat itu untuk meneruskan perjalanan yang sangat jauh tidak berujung”.
8 jam di pesawat bukanlah sebentar. Sholat kulakukan di pesawat. Kurenungi perjalananku dengan bermunajat kepada Allah. “Ya Allah, inilah kali pertama perjalanku untuk mengunjungi rumah-Mu ya Allah. Ya Allah, kutinggalkan anak-anakku untuk menggapai ridho-Mu ya Allah, untuk meningkatkan kualitas pengabdianku kepada-Mu.”
Saat pesawat mengangkasa, makin terasa jika kalbu ini terus mengingat Allah, tergetarlah hati ini. “Ya Allah, Engkau dan Rasul-Mu berada di arsy yang paling paling tinggi. Saat aku di pesawat, dan aku mengingat-Mu dengan membaca asma-Mu, terasa tentram hati ini, tidak ada gundah gulana menyelimuti kalbu. Hanya ingat Engkau ya Allah, hatiku ini akan tentram”.
Saat masih di angkasa, kulihat betapa tandus keringnya gurun pasir. Jelaslah rasulullah adalah yang paling banyak ujiannya, berhari-hari naik unta di gurun pasir, betapa besar perjuangan beliau, memang sangat pantas menjadi manusia habiballah..kekasih Allah. Alhamdulillah tibalah kami di Jeddah. Saat tiba sore hari waktu Jeddah, sekitar jam 6 sore. Terasa bahwa inilah umrah perjuangan dimana kami musti melewati perjalanan dengan naik bus selama 5 jam menuju Madinah. Kuluruskan niatku, berharap ridho-Nya agar menguatkan diri ini untuk terus berikhtiar mengapai anugerah tertinggi dari Allah. Berjuang melawan kelelahan fisik, adalah awal dari perjuangan sesampai di jazirah Arab.
Sepertinya memang Allah terus membimbingku untuk merasakan bahwa “hidup ini adalah peluang amal sholeh”. Saat rombongan beristirahat untuk sholat, aku dipertemukan dengan seorang nenek-nenek umur 72 tahun. Dulu sempat membayangkan kenikmatan beribaah bersama suami tercinta berdua saja bermunajat kepada Alah. Tapi ternyata Allah menghadirkan beliau sebagai praktekku bahwa “hidup ini adalah peluang”. Kami bersyukur kepada Allah masih diberi peluang amal sholeh. Berarti inilah tanda kasih sayang Allah. Ibu T, my momy, pergi bersama suami dan anak laki2nya. Pak T & Mas T ga bisa nemenin bu T karena jelas dari mulai wudhu saja semua ruangan sudah mulai terpisah sampai ke ruang sholat pun tidak seperti di Indonesia yang Cuma dibatasi oleh gorden atau papan pembatas setinggi leher antara jamaah pria dan wanita. Inilah peluangku, inilah kurikulumku, mencairkan egoku. Alhamdulillah Allah memberiku lampu hijau sampai di perempatan ikhtiar selanjutnya. Tibalah kami di Hotel Dallah Taiba jam 2 pagi. Letaknya Cuma 5 menit menuju masjid Nabawi. Alhamdulillah, memang Allah Maha Pengatur, Dia mengujiku sesuai kemampuanku.
Saat itu, aku sedang mengkonsumsi suplemen detox melangsingkan sebagai ikhtiarku menjaga amanah tubuhku sendiri. Di hati ini terbersit pertanyaan, “Perlu kuminum ga ya, karena jika kuminum biasanya aku jadi sering   ‘ke belakang’. Ternyata keputusanku salah, aku jadi lupa prioritasku untuk apa, tidak memikirkan mudarat manfaatnya. Ternyata aku masih mencampur-campur antara ibadah dengan nafsuku, pengen kurus untuk ngurus suami tapi resikonya sering ke belakang, tapi juga pengen ibadah di masjid Nabawi. Ga kebayang ternyata pengalaman ini berujung hikmah yang subhanallah bener-bener terasa banget dalam hati.

29 April 2007
Saat aku mulai memasuki Masjid Nabawi, rasa takjubku terasa melihat kemegahannya, belum sampai bergetar hati ini (kuyakini bahwa seperti di Al Quran disebutkan ciri-ciri orang yang beriman bergetar hatinya jika disebut nama Allah). Sedang diri ini, saat di masjidnya Rasulullah, kekasih Allah, rasanya biasa saja. Kunikmati air zam-zam, bismilllah, betapa lezatnya sampai ke hati menjadi sejuk saat meminumnya. Aku mulai melaksanakan ibadah-ibadah sunnah disana, sambil menunggu sholat shubuh.
Sholat tahajjud pertamaku di masjid Nabawi. Belum terasa nikmatnya beribadah, sepertinya hanya ritual saja. Sebelumnya aku minum beberapa suplemen, biar kuat ga lemes karena baru perjalanan jauh, langsung ikhtiar lagi. Bu T bersamaku, tiba-tiba terasa diri ini pengen ke belakang, rasanya udah ga tertahankan. Akhirnya aku memutuskan untuk memperbaharui wudhuku. Tas kutitipkan sama temen rombongan. Ternyata tempat wudhunya, jauh, musti keluar masjid. Saat keluar masjid masih sepi dari jamaah, aku agak nggampangin bahwa lokasinya mudah untuk dikenali sehingga aku bisa ga nyasar.
Tapi ternyata, saat aku masuk kembali, aku bingung ada dimana. Aku nyasar di masjid Nabawi. Jamaah berduyun-duyun memasuki masjid hingga sulit sekali untuk menyusup mencari lokasi rombongan travel umrahku berada. Aku makin was-was, klo nyasar gimana nich, malah panjang angan-angan, bukannya banyak istighfar. Karena aku belum tau kesalahanku apa, dari ujung sisi kanan kusisir untuk mencari rombongan, karena perlengkapan sholatku pun ada disana. Aku jadi ujian jemaah lain karena banyak yang tidak suka klo dilangkahi saat sholat. Akhirnya aku sisir dari bagian depan sebelah kanan sampai ke ujung kiri, kalau-kalau mereka bisa melihatku dan kemudian memanggiku, tapi tenyata Allah memang bekehendak lain. Tidak ada satupun dari mereka yang memanggilku. Aku udah mulai was-was, celingak celinguk sampai-sampai lupa istighfar. Tibalah aku di penghujung sisi kiri bagian denpan tempat jemaah wanita di masjid Nabawi, udah mentog, saat itulah azan berkumandang. Akhirnya kuputuskan untuk sholat shubuh dimanapun, inilah perintah Allah, ga bergantung sama temen-temen rombongan. Untung saja bajuku tertutup, jadi tanpa mukenahpun aku bisa sholat. Kulirik kiri-kananpun, para wanita arab sholat dengan busananya, ga perlu pake penutup tangan, tapi baju gamis + kaos kaki. Fiqiih, inilah fiqiih, tidak bisa dipersatukan sampai hari kiamat. Ujung-ujungnya adalah harga sebuah pilihan mana yang membuat diriku lebih banyak manfaat daripada mudarat.
Sebelum sholat aku terus istighfar memohon ampun kepada Allah, atas kesalahanku Akhirnya ku sholat dipojokan dengan orang-orang asing di sekelilingku. Subhanallah, saat setelah sholat shubuh, kemudian ikut sholat jenazah, tiba-tiba aku berjalan ke sisi kanan, tidak berapa lama teman-teman rombongan sudah berdatangan. Hikmah yang kudapat :
  • Sedikit saja ada rasa meremehkan “ah ga mungkin nyasar lah”, Allah akan menegur tamu-Nya yang ‘meremehkan’ bahwa segala sesuatu bisa saja terjadi atas ijin-Nya, walau itu diluar logika.
  • Aku masih jadi merak yang masih mementingkan penampilan daripada prioritas beribadah.
  • Terasa bahwa Allah Maha Melihat dan Maha Mendengar
  • Aku dibenamkan lagi bahwa “aku pulang sendiri-sendiri”. Ga perlu risau klo aku tersesat dari rombongan. Klo wudhu lagi, lebih baik kubawa semua barang bawaan.
Masih tanggal 29 April, aku bersama suamiku bareng menuju masjid Nabawi. Aku teringat nasehat teman untuk selalu cium tangan suami saat berpisah, karena siapa tau Allah memisahkanku untuk selamanya. Betapa nikmatnya saat kucium tangan suamiku dengna penuh pengharapan Allah meridhoi-ku. Subhanallah, dari ribuan jamaah yang ada, berpisah masuk mesjid kami bersama-sama, keluar masjid juga bisa bersama-sama. Padahal tidak banyak pesan-pesn yang kami rencanakan, “Nanti setelah sholat, ketemuan di tempat itu”. Lokasi untuk pria wanita di masjid Nabawi benar-benar terpisah jauh. Tapi itulah klo memang Allah berkehendak, pulang pergi bisa barengan. Memang benar bahwa “Ridho suami itu ridho Allah”.
Masih tanggal 29 April 2007, Raudhah, Raudhah, subhanallah.
Ba’da ashar, aku ikhtiar menuju raudhah. Karena untuk wanita, tidaklah setiap waktubisa mendapatkan kesempatan itu, ada waktu-waktu khusus. RAUDHAH, UNFORGETABLE SPIRITUAL MOMENT. Ya Allah, kulihat ratusan orang berdesak-desakkan kesana, sampai berlari-lari sekencang-kencangnya menuju sana. Aku ikut mengayuhkan kakiku lebih cepat, semakin dekat kesana, degupan jantung ini makin menguat, getaran-getaran terus teras mendekati makam Rasul-Mu. Ya Rasul Allah, aku merasa dekat denganmu saat disana. Kubayangkan keramahtamahanmu, senyumanmu, getaran hati ini tak terbendung menahan rasa “berjumpa denganmu”. Hati ini tak kuat merasakan kemuliaan dirimu, keagungan dirimu. Betapa bahagia diriku, merasakan perjuangan menggapai ridho-Mu ya Allah..dengan merasakan cinta Rasul-Mu keada kami semua, manusia yang paling mulia di mata-Mu ya Allah.
Allahumma sholli alaa sayyidinaa muhammad wa’ala aali sayyidinaa muhammad. Ya Allah, curahkanlah rahmat dan keselamatan kepada baginda kami Nabi Muhamamd SAW beserta keluarganya yang mulia. “Laa ilaaha illalllah, muhammadarrasulullah”…kalimat inilah yang terus terucap dalam kalbuku, aku terus menjaga hatiku sambil terus berikhtiar mendekatimu, ya Rasul Allah. Engkau tak pernah ingkar janji ya Allah, jika aku mengabdi hanya untuk-Mu ya Allah, Engkau akan mengatasi segala masalah. Kuhanyutkan saja diriku dengan kehendak-Mu ya Allah. Kubiarkan diri ini didorong depan belakang kiri kanan, sambil kupegang erat bu T yang kusayang sambil membawakan kursi dan tasnya. Kubiarkan diriku terhenti, sampai Allah yang akan memberik jalan melapangkan jalan di depan. Aku yakin bahwa Engkau tidak akan ingkar janji. Betapa nikmat terasa, disaat peluang habluminallah kujalani, dan disaat bersamaan peluang habluminannas disajikan Allah saat bersama bu T menuju raudhah. Nikmat bahagia begitu terasa, kalimat sakti “Laa ilaaha illallah, muhammadarrasulullah” terus kuteriakkan dalam hati untuk memohon kekuatan dari Allah untuk terus berikthiar mendekati raudhah, semakin dekat, semakin dekat, sampailah tiba titik ultimatenya, saat aku melakukan sholat di raudhah taman surga. Kubacakan nama2 orang2 yang kucintai kudoakan mereka kebahagiaan dunia akhirat. Betapa nikmat bahagia yang Allah berikan, saat aku bermunajat kepada Allah, dan setelah itu kulindungi bu T dari injakan dan dorongan orang-orang saat giliran beliau untuk sholat disana. Inilah rasanya nikmatnya beribadah di tanah suci haram, rasanya tak akan bisa dibayar dengan apapun juga, subhanallah.
Sore harinya, kumulai mencari oleh-oleh untuk handai taulan. Segala sesuatu kembali kepada niat, supaya bernilai ibadah, kuniatkan untuk shadaqah, berbagi hadiah.
Masih tanggal 29 April, sholat maghrib jeda sholat sunnah, sholat isya. Ternyata aku belum praktek bahwa hidup ini adalah peluang ibadah, sayang sekali jika terlewat begitu saja. Karena saat jeda itu, aku lebih banyak bengong, karena tenggelam dalam banyak kejadian di sekitarku. Kumelihat bagaimana majelisnya orang arab, sedang membahas tentang fiqih sholat. Beliau mempraktekkan bagaimana tangan dinaikkan ke atas disat takbiratul ikhram. Fiqih sangat kubutuhkan untuk menyempurnakan syariatku dalam mencapai kebahagiaan dunia akhirat. Ada lagi orang gila yang berperilaku aneh di masjid Nabawi. Di benak ini ada sedikit rasa takut dia akan menggangguku. Disaat diri ini lengah tidak menggali hikmah, tidak menggunakan peluang waktu yang ada untuk banyak beribadah, rasanya hati ini hampa, biasa saja. Jam 11 malam Allah membangunkanku untuk ibadah sunnah…pulang ke hotel.

30 April 2007
Sholat subuh rombongan sudah pergi. Aku sholat sendiri, ga berombongan. Tapi alhamdulillah diri ini pada saat itu tetap tenang. Pengalaman di hari pertama cukup membekas sehingga aku berjuang ga mau kehilangan momen lagi. Setelah sholat, aku beranjak barangkali bertemu dengan teman rombongan, akhirnya bertemu dengan salah satunya. Memang Allah akan memberi yang kubutuhkan disaat yang paling tepat. Saat kita sedang duduk tenang, tiba-tiba aku dikasih bonus pemandangan yang indah, wuuqqq..atap tenda payung masjid Nabawi terbuka pas di atasku persis, jadi aku bisa melihat keindahan langit di waktu fajar yang indah sekali dari dalam masjid Nabawi. Melihat tanda kebesaran-Nya, membuatku terkesima dengan kasih sayang-Nya.
Pagi hari kami berkemas menuju Makkah. Sempat ada nafsu ingin ke Raudhah lagi sebelum berangkat jam 3 sore ke Makkah, tapi kata suamiku, “itu nafsu atau ibadah ya”. Karena suami ga ridho, kuurungkan niatku. Dan memang kehendak Allah berkata lain. Pihak Ramani mempunyai program ziarah ke Masjid Quba, Jabal Uhud, Mesjid Qiblatain, Khandaq dan Kebun Korma. Memang AlQuran itu begitu banyak tanda kebesaran Allah. Dari korma pun bisa melihat kebesaran Allah. Ternyata pohon korma itu ada yang jantan dan betina. Tanpa bantuan angin mereka tidak bisa berbuah, dulu aku ga suka korma. Setelah tau bahwa korma itu disunnahkan rasul, aku mulai suka. Memang apa yang disunnahkan rasul pastilah mengandung kebaikan tidak hanya untuk akhirat juga dunia. Korma ini baik juga untuk kesehatan karena kandungan zat gizinya komplit, seratnya banyak. Jadi direkomendasikan untuk keseimbangan asam basa tubuh. Jika aku terus menggali, di sepanjang perjalanan begitu banyak hikmah kehidupan dari Allah agar aku lebih taat, takzim kepada-Nya, hingga tetesan air mata tidak mengenal waktu dan tempat saat merasakan kebesaranNya.
Alhamdulillah, bisa merasakan lagi adanya peluang amal sholeh lewat bersilaturahim dengan adik sahabat di Duri yang bekerja di Madinah. Subhanallah, kami beri buku Bahan Renungan Kalbu, sebagai tanda silaturahim kami. Memang terasa bedanya jika jalinan silaturahim karena Allah bukan keinginan dipuji dll, semoga Allah ridho dengan ikhtiar kami ini.
Jam 3 sore memulai roadshow to Makkah. Aku berbaju serba putih, suamiku sudah berpakaian ihram. Sampai di Birr Ally mengambil Miqat. Semua berbaju IHRAM, putih bersih, selayaknya fitrah. Sesungguhnya disaat diriku ini mulai berikhram, diri sedang berikrar bahwa siapapun aku, sekaya semiskin setinggi serendah jabatan apapun, ningrat rakyat jelata semua sama di mata Allah. Bisakah kubawa rasa ini sampai ke tanah air, melihat semua sama di mata Allah. Bukanlah sesuatu hal yang mudah. Kadang diri ini, suka takut sama orang-orang petinggi ya karena itu, diri ini ga punya pemahaman ini dalam kalbu. Diri ini masih sering merasa diri ini lebih hebat dari yang lain, merasa hebat dengan gelar akademik, suami bla-bla dll. ampuni aku ya Robb, kuatkanlah diri ini agar mampu menghalau sifat sombong di dalam jiwa, bukanlah mudah, tanpa bimbingan-Mu hamba-Mu ini tak sanggup menghalau sifat buruk ini. Saat di Birr Alii, ada peluang lagi buatku, maukah aku mendahulukan orang lain baru diriku sendiri yang sedang menganT berwudhu. Perjalanan masih sekitar 5 jam lagi, labaikallah umratallabaik, ya Allah, kusambut panggilan umrah dari-Mu ya Allah. Nikmat terasa tak terbendung tetesan air mata tak sabar bertamu di rumah-Mu. Masuk hotel Mawaddah, langsung melaksanakan ibadah umrah ternyata ujiannya adalah kelelahan fisik. Saat itu, diri ini tidak waspada, seandainya dalam berikhtiar berharap keridhoan Allah dan tetap selalu mengingat Allah, maka rasa lelah tidak terasa. Sesampainya di Masjidil Haram, yang letaknya 5 menit dari Hotel Mawaddah, yang kurasakan biasa saja. Dari situ aku mulai khawatir, jika tidak ada getaran di dada, tidak ada tangisan haru bertemu dengan rumah Allah, hampa, itulah pertanda bahwa keimananku sedang turun. Karena kelelahan fisikku kubiarkan menghanyutkan diri ini sehingga terjebak rasa lelah. Namun jika diri ini selalu ingat Allah bukan ingat lelahnya, Dia akan membuat diri ini lupa, ga terasa capeknya. Semua ritual umrah kulakukan. Tanpa kusadari aku makin sayang sama bu T, beliau menjalani ibadah umrah dengan kursi rodanya. Kulihat orang Parsi yang langsung tersungkur saat berhadapan di depan ka’bah. Ritual tawaf pertama kali dalam hidupku yang kurasakan lelah fisik saja, malah terasanya kok ga nyampe-nyampe. Tawaf 7 kali terasa lama sekali. Sebentar-sebentar aku tanya ke mas Ahmad, Udah berapa puteran mas? Berarti klo nanya gitu, aku memang udah pengen cepet selesai dan istirahat, padahal ada makna yang jumbo mau Allah kasih lewat aku bertawaf ini. Belum terasa nikmat nya beribadah seperti yang sebagian orang rasakan. Belum terasa bahwa THAWAF itu mengkaitkan hati ke Allah, selalu ingat Allah. berputar 7 kali di pusat orbit takwa. Yang tawaf pertama kali ini adalah masih fisikku, belum kalbuku.
Pada saat tawaf pertama kali dalam hidupku ini, kucoba untuk mencium hajar aswad. Ternyata Allah belum meridhoiku, karena ikhtiarku kucampur-campur dengan nafsu. Banyak keinginan, kepingin bukannya aku biarkan diri hanya berikhtiar biarkan Allah yang menentukan apakah diperbolehkan-Nya menyentuh hajar aswad atau tidak. Jadi saat aku hampir saja menyentuhnya, tiba-tiba ada kekuatan yang sanga tkuat mendorongku terlempar kembali ke belakang. Dan itu terjadi selama 3 kali. Akhirnya nafsuku teredam dengan suamiku mengajakku, “udah ma, nanti masih banyak kesempatan lagi”. Ridho suami ridho Allah, aku memilih mematuhi suamiku.
Pada saat SA’I pun begitu. Yang sa’i masihlah fisik ini, makanya rasa lelah terasa sekali. Rasanya kepingin cepat pulang. Padahal disaat sa’i adalah komitmenku untuk ikhtiar maksimal terhadap apapun ujian Allah, diri ini tetap berjuang, pantang menyerah. Makna Sa’i baru kurasakan malah saat lebaran haji setelah pulang umrah. Kubayangkan perjuangan Siti Hajar isT nabi Ibrahim yang berjalan mencari-cari air dari Shafa ke Marwah selama 7 kali, mencari air untuk anaknya, Ismail kecil, sang nabi Allah. Demi mencari keridhoan Allah, Siti Hajar tidak berkeluh kesah disaat harus bertahan hidup sendirian hanya bersama putranya, Ismail. Pencerahan kudapatkan saat membaca buku “IsT-isT para nabi halaman 256”. Imam Al Bukhari rahimahullah meriwayatkan dengn sanadnya dari Sa’id bin Jubair yang berkata bahwa Ibnu Abbas ra berkata :
“Wanita yang pertama kali menggunakan ikat pinggang ialah ibu Ismail (Hajar). Ia mengenakan ikat pinggang untuk menghilangkan jejak dari Sarah. Ibrahim membawa Hajar dan anak yang masih disusuinya kemudian menempatkan keduanya disana dengan meningggalkan kantong berisi kurma dan tempat air berisi air. Setelah itu, Ibrahim pulang. Hajar membuntuti Ibrahim dan berkata kepadanya. “Hai Ibrahim, engkau akan pergi kemana? Engkau tinggalkan kami di lembah ini yang di dalamnya tidak ada manusia dan sesuatu apapun? Hajar berkata seperti itu hingga beberapa kali kepada nabi Ibrahim, namun Ibrahim tidak menoleh kepadanya.
Akhirnya, Hajar berkata kepada Ibrahim, “Apakah Allah yang menyuruhmu berbuat seperti ini?
Ibrahim menjawab, “Ya”.
Hajar berkata, “Kalau begitu, Allah tidak akan menelantarkan kami”.
Ibrahim terus berjalan. Ketika beliau tiba di tempat tinggi yang tidak bisa dilihat Hajar, beliau menghadapkan wajah ke Baitullah dan mengangkat tangan untuk berdoa dengan kalimat berikut,
Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman  di dekat rumah Engkau  yang dihormati, ya Tuhan kami  agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezkilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur. (Ibrahim : 37).
Disisi lain, Hajar menyusui anaknya, Ismail, dan meminum air dari tempat air  hingga airnya habis. Ia pun kehausan. Begitu juga anaknya, Ismail. Hajar memandang anaknya yang mulai berguling-guling di tanah. Ia tidak tahan melihat kondisi anaknya seperti itu. Hajar mendapati Shafa gunung yang paling dekat dengannya, berdiri diatasnya, dan melihat ke lembah dengan harapan melihat seseorang, namun ia tidak melihat siapa-siapa. Hajar turun dari Shafa hingga tiba di lembah. Ia mengangkat ujung pakaiannya, berlari seperti larinya orang yang kelelahan hingga melewati lembah tersebut, dan tiba di Marwa. Ia berdiri di atas Gunung Marwa dan melihat-lihat orang, namun tidak melihat siapapun. Hajar bebuat seperti itu hingga tujuh kali.

Ibnu Abbas ra berkata Rasulullah SAW bersabda,
Itulah sai manusia di antara keduanya (Shafa dan Marwa).
Ketika Hajar naik ke atas Marwa, ia mendengar suara. Ia berkata keapda dirinya,”diamlah”. Hajar memasang telinga dan mendengar suara lagi. Ia berkata, “Engkau telah membunyikan suara, jika engkau mempunyai bantuan. Ternyata Hajar bertemu malaikat di Zam-zam. Malaikat tersebut memukulkan tumit ke tanah – hingga air terlihat. Hajar membuat kolam untuk air tersebut dan mengisi tempat minumnya dengan air tersebut, Air tersebut tetap mengalir setelah ia mengambilnya. 

Ibnu Abbas ra berkata Rasulullah SAW bersabda,
Semoga Allah merahmati ibu Ismail, jika ia membiarkan zam-zam – atau tidak menciduknya-zam-zam tetap menjadi mata air yang mengalir”. Hajar meminum air tersebut kemudian menyusui anaknya. Malaikat berkata kepada Hajar, “Jangan Engkau takut, karena disini terdapat Baitullah yang kelak akan dibangun anakmu ini dan ayahnya. Sesungguhnya Allah tidak menelantarkan wali-wali-Nya.
Ternyata makna Sai sangatlah dalam. Ujian seorang ibunda yang memperjuangkan hidup anaknya semata-mata berharap Allah ridho terhadap apa yang sang ibunda lakukan. Bagaimana dengan diri ini? Baru diuji dengan kelelahan fisik yang ga sebanding dengan Siti Hajar, panasnya teriknya pasti ta terkira, tapi Siti Hajar tetap ridho, malah terus semangat berjuang karena yakin bahwa Allah tidak akan menelantarkan dirinya. Ampuni aku ya Robb, atas ketidak berjuanganku menghadapi kelelahan ini. Berilah aku kesempatan ya Allah, untuk bisa merasakan perjuangan Siti Hajar terhadap anaknya disaat diri ini sedang mengurus anak2ku. Semangat Siti Hajar menginspirasiku untuk lebih berjuang dalam merawat anak2ku agar lebih baik lagi.  
Tibalah dengan ritual tahalul, dari ilmu yang kupelajari, belum terasa bahwa sesungguhnya saat bertahalul pada hakikatnya aku bertekad membuang pikiran-pikiran negatif, panjang angan2, syak wasangka, sehingga membuatku selalu berhusnu zon kepada Allah. Biasa saja saat diri ini sudah menjalani tahalul, tidak ada rasa haru. Malah jadi aku malu, kepada Allah, karena rasanya belum pantas untuk diselamati sama teman2 karena ibadah umrah sudah selesai. Secara ritual sudah selesai, tapi apakah makna hakikat berumrah kudapatkan?. Diri ini bertanya-tanya dalam hati.
1, 2, 3 Mei 2007
3 hari di Makkah. Aku masih terus mencari makna tawaf yang sebenarnya. Suatu saat, acara tausiyah di adakan di hotel tempat kami menginap, mengundang pembicara seorang buya, buya Muchlis namanya, asal Sulawesi yang sudah menetap di Makkah. Buya Mukhlis adalah seorang buya yang menurutku bijak sekali. Beliau tidak mau bicara jika bukan merasa ahlinya, padahal menurutku beliau adalah seorang dalam ilmu syariah & hakikatnya. Pada saat kesempatan tanya jawab, diri ini tak sanggup membendung rasa ingin bertanya kepada beliau. Aku mencurahkan isi hatiku sambil menangis, yang gelisah karena rasa hampa ini, dimana aku belum menemukan nikmat tawaf yang sebenarnya. Mengapa diri ini belum merasakan getaran-getaran jiwa yang menandakan keimanan bagi seorang hamba Allah. Alhamdulillah, lewat beliaulah, ternyata Allah memberiku petunjuk. Beliau mengatakan bahwa kuncinya adalah sering-seringlah tawaf sunnah, nanti Allah yang akan membuka rahasianya.
Beliau juga memberi nasehat sering-seringlah minta perlindungan kepada Allah dari godaan syetan yang terkutu (ber-ta’awuz). Ternyata audzubillahiminasysyaithoonirrojim yang selama ini aku bacakan, masih lipservice. Alhamdulillah, Pak Jajang, selaku pemandu + owner dari travel Ramani, mau memandu kami untuk bisa merasakan makna tawaf yang sebenarnya. Kami serombongan bertawaf 7 kali, merapatkan barisan, saling menjaga satu dengan yang lain, beristighfar dengan sepenuh hati, saling bergandengan tangan, terasa bahwa muslim memang bersaudara. Akhirnya luluh jugalah hati kami. Siapalah yang tidak luput dari dosa. Semakin dibayangkan begitu banyak dosa yang diperbuat, semakin terasa bahwa diri ini tidak ada apa2nya tanpa ampunan dari Allah. Kubayangkan dosa sama ma pa ibu bapak, maafkan aku ..anakmu ini belum banyak mengabdikan diri mengurus ma, pa, ibu dan bapak, lalu suamiku. Ampuni aku ya Allah, karena belum bisa menjadi isT yang baik buat suamiku, kadang masih ngeyel. Dosa dengan anak-anakku.. Maafkan mama nak, yang berlaku tidak sepantas ibu yang baik bagi kalian. Dada ini bergemuruh memohon agar sudilah kiranya Allah mengampuni segala dosa yang diperbuat. Deraian air mata ga bisa ditahan, menelusup di relung kalbu. Inilah rasa ‘penuh’ yang kutunggu2. Terima kasih ya Allah, rasa hampa ini mulai terisi dengan memohon ampunan-Mu. Pada tawaf ini, bu T tidak bisa ikutan, karena beliau kelelahan. Tawaf tersebut menjadi pembuka tawaf penuh makna, subhanallah, rasa lelah tidak terasa, karena kalbu ini mulai ikut bertawaf, sehingga mengalahkan kelelahan fisikku.
Saat tawaf tersebut, aku diberi kesempatan ikhtiar mencium hajar aswad. Ternyata Allah mengijinkanku menciumnya. Tapi ternyata baru fisikku saja yang menyentuh hajar aswad, tapi kalbu sepertinya belum. Karena aku tidak merasakan apa-apa, kok biasa saja, berarti masih ada yang salah. Semua ibadah sholat wajib dan sunnah, membaca AlQuran+terjemahannya kulakukan di masjidil haram. Pernah juga kami tidak waspada, 1 waktu sholat di kamar, karena kesiangan. Rasanya nyeeseeeeel banget. Klo diri ini ga waspada, mudah kecolongan oleh nafsu setan, bagaimana bisa aku dapat bahagianya. Tips dari buya Mukhlis kupraktekkan, aku dan suamiku sering-sering tawaf sunnah, untuk menemukan rahasia dibalik tawaf itu sendiri. Alhamdulillah, ada suatu tawaf, yang akhirnya aku bisa menyentuh multazam. Kudoakan kami semua doa sapu jagat, tapi sepertinya belum terasa nikmatnya berdoa disana. Memang benar, boleh jadi aku bisa sampai ke tempat2 berdoa yang muhtazab, tapi percuma jika kalbu ini tidak terkait dengan Allah, hanya sebatas ritual berdoa saja.
Kadang Allah mengujiku disaat ibadah sholat. Karena aku nafsu pengennya sholat bisa melihat ka’bah. Kapan lagi klo ga disini, kesempatan yang sangat jarang kudapat. Beberapa kali Allah mengijinkan, tapi setelah kesekian kalinya, aku bener-bener tidak diberi kesempatan semuanya penuh. Akhirnya aku dapet hikmahnya, ooohhh, inilah message dari Allah bahwa sholat itu bukan fisiknya menghadap ke kabah langsung, tapi apakah kalbuku mata hatiku menghadap Allah, inni wajjahtu wajhiyaaa.. Sampa-sampai aku pernah dapat sholat di turunan tempa orang jalan, saat sujud kok bau tai kuda. Subhanallah, ya Allah, ampunilah dosaku, maafkan kelalaianku.
Aku juga menyempatkan diriku berbelalanja ke pasar Seng. Tapi apa niatnya? Kuluruskan niatku berbelanja membeli oleh-oleh karena menyenankan handai tolan dan keluarga itu ibadah.
Saat melakukan ziarah ke seputar Makkah, di Arafah, aku naik unta. Tapi apa niatnya? Aku ingin merasakan apa yang Rasul rasakan, naik unta. Cuma beliau hingga berhari-hari, berminggu-minggu menaiki unta di padang pasar yang tandus. Subhanallah, belum sampai satu menit saja aku sudah berteriak, allahuakbar, kumenangis merasakan pejuangan rasulullah menaiki unta, salah gerak saja bisa terjatuh. Betapa beratnya perjuangan beliau dalam membela agama Allah, sangatlah pantas beliau menjadi manusia paling mulia di sisi Allah.
Hari kedua di Makkah, selepas Dhuhur kami rencana mau tawaf sunnah bareng bu T dan keluarga yang kemarin itu belum sempat melakukannya. Saat azan berkumandang, teman2 rombongan bergerak menuju masjid. Kami tunggu-tunggu beliau belum juga turun dari kamar hotel. Ternyata kata suami beliau, ibu terjatuh terduduk di kamar mandi. Kami memutuskan menunggu. Atas ijin Allah, beliau akhirnya turun dan menyatakan kuat untuk ke masjidil haram, bahkan tanpa menggunakan kursi roda. Jadi kami tuntun beliau berjalan kki. Selesai sholat benar saja, betapa kekuatan kalbu mengalahkan kekuatan fisik kita. Ibu T sangat menikmati ibadah tawaf tersebut. Bahkan saat kami menggiringnya mendekati ka’bah, pecahlah isak tangis ibu T, beliau bermunajat kepaa Allah. Subhanallah, aku yang menemani sangat terinduksi dengan beliau. Saat tawaf tersebut, kubayangkan dosa-dosaku satu persatu kepada orang lain. Aku mohon ampun kepada Allah, merasakan keridhoan Allah nikmatnya subhanallah. Seperti yang ada di surat Al Baqarah : 38, “…Kemudian jika datang petunjuk-Ku kepadamu, maka barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan tidak  mereka bersedih hati".
Boleh jadi aku berhabluminallah tapi + berhabluminannas, benar-benar kurasakan nikmatnya beribadah lebih dalam lagi. Kusimulaskan diriku mengurus ibuku yang sudah renta, mampukah aku membalas segala kasih sayangnya? Tak akan pernah terbalaskan. Mama, aku tak akan jemu berdoa memohon segala kebaikan untukmu.

Tawaf tersebut adalah perpisahan buat kami dan keluarga bu T, karena ternyata rasa sakit makin menjalar setelah beliau jatuh dari kamar mandi itu, yang akhirnya diputuskan beliau dan keluarga pulang lebih awal. We’re missing you, bu T, my mommy..yang ceria, gaul, suka cerita. Semoga Allah selalu memberkahi kehidupan ibu. Dan subhanallah, sesampai di Jakarta mereka bertiga langsung daftar haji untuk tahun 2007. Allahuakbar.

4 Mei 2007
Hari terakhir kami di Makkah. Kami ingin melakukan tawaf perpisahan, tawaf pamitan kepada Pemilik Rumah, Maha Raja, Allah SWT. Sebelumnya kami berdoa kepada Allah, semoga tawaf inilah yang paling berkesan dalam hidup kami, membawa hikmah kehidupan. Subhanallah, tawaf ini adalah unforgetable spiritual moment in my life. Disaat kalbu ini hanya ingat Allah saja, fisik menjejakkan kaki di bumi berikhtiar maksimal, lelah fisik terkalahkan. Tidak terasa, tawaf terasa ringan, menikmati rasanya bermunajat kepada Allah. Benar-benar terasa, “Ingat Allah, hatimu akan tentram”. Tak lupa kuselalu berdoa untuk kebahagiaan dunia akhirat. Setiap putaran kulalui dengan rasa getaran-getaran menyelimuti kalbu.
Di penghujung putaran ke 7, aku memohon ijin suamiku untuk ikhtiar terakhir kali mencium hajar aswad. Suamiku meridhoiku. Sepulangnya umrah, saat di rumah mama di karawaci, kutanya sama mas Ahmad, ”Waktu mau berikhtiar hajar aswad, mas ngijinin aku, kenapa mas.”. Kata mas Ahmad, “Iya. Di dalam hati aku berdoa, Ya Allah, dia adalah milikMu, kuikhlaskan dia untuk mendekatkan diri kepadaMu”. Bener ya, jika sesuatu dikerjakan dengan ridho suami yang sesuai dengan ajaran-Nya, ibaratnya surat keterangan kerja yang sudah ditandatangani yang berkompeten. Tanpa ridho suami, ibaratnya surat tanpa tandatangan, ya ga berlaku di mata Allah.
Sepanjang berikhtiar Hajar Aswad, kubiarkan Allah saja yang mengatur-ku karena Dialah Sang Maha Pengatur. Laa ilaaha illallah muhammadarrasulullah, kuteriakkan dalam hati memohon kekuatan kepada-Nya. Tak terasa, di ini terus berjalan mendekati, sampai di belakangku ternyata ada pria berpakaian ihram menganT di belakangku, ‘nempel’..aku bermunajat kepada Allah, “Ya Allah, inilah kehormatanku. Akan kupertahankan”. Tanpa nafsu amarah, kusodorkan sikutku ke belakang sehingga dia tidak bisa lagi ‘nempel’ di belakangku. Subhanallah, tanpa marah, orang itu sudah ada porsinya sendiri. Dia dipukul sama askar ditarik dari anTan karena nganTnya di jalur perempuan. Kubiarkan diri ini hanyut dengan berharap keridhoan-Nya sambil melantunkan Laa ilaaha illallah muhammadarrasulullah dengan rasa yang mendalam. Semakin dekat, semakin dekat, kubiarkan seorang wanita yang ingin lebih dulu menyentuhnya walau sesungguhnya giliran aku, ora po po, karena habluminannas lah yang menolong habluminallah ku. Setelah selesai, kubiarkan dia keluar barisan dulu, dan subhanallah tibalah giliranku. Tiba-tiba terbayang olehku saat Rasulullah berhasil mendamaikan suku2 Quraisy yang berselisih mengenai peletakan Hajar Aswad. Kubayangkan kehebatan rasulullah mengarahkan suku-suku Quraisy untuk bersinergi, bertukar pikiran dulu mencari penyelesaian yang saling ikhlas. Solusi yang ditawarkan Muhammad yang waktu itu belum menjadi Rasulullah tapi digelari Al Amiin (yang dapat dipercaya) karena kharismanya, kubayangkan Rasulullah mengangkat Hajar Aswad ke atas kain, lalu diangkat bersama-sama oleh para perwakilan suku, sehingga akhirnya suku2 Quraisy  tidak jadi berperang, subhanallah. Tanpa terasa, HAJAR ASWAD sudah sampai di depan mata. Langsung kucium 3 kali, setelah itu, kubermunajat lagi kepada Allah. Ya Allah, masih banyak orang lain, yang ingin menyentuh Hajar Aswad ini. Jadi kusudahi ibadahku itu, rasanya nikmat bahagianya, ta’ terperi. Subhanallah, alhamdulillah, walaa ilaaha ilallah, allahuakbar. Tak akan bisa dibayar dengan apapun juga. Boleh jadi diri ini dapat menyentuh Hajar Aswad, namun ternyata kenikmatan beribadah bisa kuperoleh jika kalbuk ikut merasakan sentuhannya. Dari kesempatan berikhtiar menuju hajar aswad bukannya kebetulan, Allah memberiku kesempatan 3 kali. Yang pertama, aku sungguh-sungguh gagal, karena nafsu untuk kesana. Yang kedua, aku akhirnya diberi kesempatan menyentuhnya, tapi kok kalbu ini biasa saja ya, seperti tidak mendapatkan sentuhan-Nya. Yang ketiga, saat diri ini tidak ada keinginan apa-apa, selain keridhoan Allah, barulah saat kusentuh Hajar Aswad itu, bisa terasa sentuhan-Nya, merasakan rahmat-Nya subhanallah, betapa bahagianya diri ini. Kebahagiaan memang tidak bisa diukur dengan materi, kebahagiaan itu memang anugerah dari Allah buat orang-orang yang bisa selalu mengingatNya disaat duduk, berdiri dan berbaring. Dengan suasana dekat dengan orbit takwa, diri ini lebih mudah terkondisi, namun bagaimana jika sesampainya di Indonesia, itulah yang paling penting, peningkatan takwa setelah bulang dari tanah suci. Kemudian, diri ini sholat di hadapan multajam. Kupanjatkan doa pada-Mu ya Allah, betapa getarannya, tak terkatakan. Selama tawaf kumemohon doa kepada Allah, “Ya Allah, bimbinglah aku agar selalu mengingatMu.”
Tapi ternyata aku masih ada yang diluar koridor-Ny. Saat aku memilih jilbab dan busana yang beda dari kebanyakan, ternyata Allah mengujiku. Aku dan suamiku janjian untuk ketemu di pintu 76 klo ga salah. Setelah tawaf aku berjalan keluar masjid. Di perjalanan beberapa kali aku dicolek pria yang sama. Aku sampai was-was karena dia mengikutiku terus. Sampai di pintu tersebut, akupun belum ketemu dengan suamiku. Aku mohon ampunan Allah, beristighfar kepada Allah. Akhirnya Allah mempertemukan aku dengan suamiku, ternyata posisi mas Ahmad cuma beberapa langkah dari diriku. Hikmah yang kudapat, bagaimana aku mau kembali fitrah, kalo aku belum ikhlas meninggalkan sifat ’merakku’ yang pengen tampil beda”. Ba’da zhuhur kami berangkat ke Jeddah. Memang terasa, hikmah kehidupan memang tersebar dimana-mana, lewat hikmah inilah diri ini bisa merasakan kebahagiaan.. Sampai di Jeddah, kami menginap di Hotel Holiday Inn. Subhanallah, betapa rahman Allah. Saat di Makkah Madinah hotel tempat menginap kami hanya 5 menit ke Masjidil Haram dan Masjid Nabawi, meskipun kamar dan fasilitas seadanya, itulah cara Allah agar kami lebih sering ke Masjid, ga berleha-leha ngendon di hotel. Namun saat di Jeddah, suasana hotel dibuat sesantai mungkin, dengan fasilitas yang cukup bagus. Tapi itulah dunia, kenikmatan dunia sesaat, tapi kenikmatan bermunajat kepada Allah subhanallah. Semoga saat di Jeddah itu bernilai ibadah, karena ujian kesenangan kadang lebih mudah membuat diri ini lalai mengingat Allah. Semoga Allah memberi kekuatan dalam menjalaninya amiin.
5 Mei 2007
Tiba waktunya kami pulang. Banyak pembelajaran yang kami dapat, tapi ta’ terkatakan dalam tulisan sekalipun. Saat mengantri kamar mandi, kupersilahkan orang lain duluan. Berbuat baik untukku karena Allah, kutawarkan tisue basah tapi ternyata ada juga orang yang melihat aku aneh. Kusungging senyuman karena tersenyum itu sedekah. Tapi apapun tanggapan orang lain, semoga Allah meridhoi ikhtiarku di jalanNya. Kucatat semua alamat teman umrahku, untuk kubukukan dan kushare nantinya, karena Allah mencintai hamba-nya yang menguatkan tali silaturahim. Namun selipan-selipan nafsu kadang menjalar, hanya dengan mengakui kesalahan kepada Allah, aku bisa kembali kepada koridor-Nya.
Jika kurenungi perjalanan umrah ini, masih ada 3 ritual haji yang belum kulalui, insya Allah jika Allah meridhoi kami berdua bersama mama tersayang. Semoga ilmu yang sudah kuketahui bisa dirasakan, di dalam kalbu ini. Apakah di saat Mabit menginap beralaskan bumi beratapkan langit, aku bisa merasakan komitmen untuk hidup apa adanya sesuai dengan kemampuanku. Melempar jumrah, yang pada hakikatnya aku berikrar untuk membuang sifat-sifat burukku yang masih bercokol di kalbu ini. Dan paling ultimate, adalah wukuf, puncak perjuangan haji, di padang Arafah merenungi diri, merasakan jati diri seorang hamba Allah yang sebenar2nya.
Seperti yang ada di surat Al Araf : 179, Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.
Dan di surat Ali Imran 191, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.
Kuberharap, semoga dengan perjalanan umrahku, adalah try out bagiku untuk berhaji, semoga Allah meridhoi. Dan dapat menjadi hikmah sehingga aku bisa menjalankan 7 komitmen sebagai manusia fitrah (ihram, tawaf, sai, tahalul, mabit, lempar jumrah dan wukuf), sebelum waktunya aku bisa ’diwisuda’ di Padang Arafah yang sebenar-benarnya, jika memang ajal belum menjemput.
Sebelum menjalani perjalanan pulang, saat pesawat transit di Riyadh, tiba-tiba mesin pesawat mati, lampupun mati seketika, suasana gelap gulita, untung belum take off,. Tapi itulah pertama kalinya aku tidak takut mati, ternyata inilah buah jika diri ini sudah zero, tidak ada keinginan selain berharap keridhoan Allah semata. Terima kasih ya Allah, atas pemberian rasa bahagia di dada. Seperti saat berangkat umrah, kami berdua dipisahkan lagi tempat duduknya, bersebrangan. Alhamdulillah aku ikhlas diatur Allah, bahkan aku jadi lebih dekat dengan sesama rombongan umrah. Subhanallah, ketetapan-Nya memang baik untuk-Ku. Aku pun bisa menonton film Abu Turep, pas di depan layar besarnya, kisah nyata seorang hamba Allah, yang begitu taat-Nya kepada Allah.

6 Mei 2007
Tibalah di tanah air. Semoga perjalanan ini, berbuah hikmah yang ujung2nya membuatku lebih taat kepada Allah, merubah paradigmaku yang masih banyak salah, dan mulai mempraktekkan bekal-bekal hikmah yang kudapat dari tanah haram ke dalam kehidupan nyataku disini. Semoga Allah meridhoi. Selamat datang ujian, selamat datang peluang amal sholeh. Selamat datang ujian untuk memgitrahkan diriku di hadapan-Nya. Ujian datang, dengan diawali dengan 3D+suamiku muntaber, bahkan Nano & Dimas sampai dirawat di Medical Duri. Subhanallah, inilah cara Allah membalas doaku agar aku lebih sering mengingat-Nya, menangis memohon kekuatan kepada Allah.  
1,5 tahun sudah berlalu, namun nuansa kalbu ini memang perlu dijaga. Ya Allah, aku begitu merindukan nikmatnya bermunajat kepadaMu disaat aku duduk, berdiri dan berbaring, disaat aku mampu menjadi seorang Abdi untuk-Mu, disaat aku merasa tidak takut untuk mati. Bimbinglah aku ya Allah, dengan segala keterbatasanku untuk bisa merasakannya kembali dimanapun aku berada, amiin ya robbal alamiin.
Wallahu alam bissawab. Maha suci Engkau yang Allah, dengan segala kebesaran dan tahmid, aku bersaksi dan mengakui bahwa tiada ilah yang berhak disembah selain Engkau, dan aku mohon ampun dan bertaubat padaMu atas segala kesalahan. Amiin.
*****************************************************************************************************************

Assalamualaikum saudariku yang dirahmati Allah, selamat berjuang, selamat berjihad di jalan-Nya, kami turut mendoakan semoga mendapat segala apa-apa yang terbaik disisi-Nya, mendapat apa-apa yang diberikan Allah kepada hamba-hamba-Nya yang sholeh, dan yang paling ultimate, menjadi haji mabrur, haji kembali fitrah pulang seperti bayi yang baru lahir, amiin ya robbal alamiiin. Selamat berjuang sahabat, menggapai ridho Allah yang paling tinggi, menggapai kebahagiaan Dunia & akhirat. Kami juga memohon maaf atas segala kesalahan / kekhilafan sudilah kiranya saudariku memaafkan. Doa kami menyertaimu.
Salam cinta dari kami
Wassalamualaikum wr wb

Rinduku

Aku merindumu duhai pujaanku
Bagai rintihan hujan membasahi bumi
Tiada yang dapat melarang saat rindu ini datang menghadang

Duhai rinduku
Rasa ini begitu saja mengada
Tanpa mengenal batas ruang dan waktu
Asaku ingin sekali bertemu

Duhai rinduku
Rasa ini betapa indahnya
Bak pelangi di kala langit merona-rona
Speechless kudibuatnya

Duhai rinduku
Rasa ini ingin kucurahkan padamu
Segenap rasa segenap daya segenap upaya
Sepenuh jiwa sepenuh raga

Duhai rinduku
Hanya engkau yang telah melakukannya
Rindu yang begitu merasuk sukma
Hasrat untuk berjumpa

Duhai rinduku
Tolonglah diri ini
Jumpailah aku dalam mimpiku
Datangilah aku di sini
Because I miss you so much


Sayang

Sayang...
Kuingin merangkai kata untukmu
Sebagai tanda sayangku padamu
Tuk sepenuh asa dan doa bersamamu

Sayang...
Rasa ini tak dapat terbendung
Ibarat waduk segara yang demikian derasnya
Mengalir dari lubuk hati ini berderai derainya

Sayang...
Aku ingin menyayangimu
Menatapmu dengan penuh kasih sayang
Menembus hingga ke alam malakut agar engkau tau isi hatiku

Sayang...
Aku ingin menyayangimu
Memelukmu dengan penuh kehangatan
Menyelusup ke dalam relung hatimu hingga terasa kumenyayangimu

Sayang...
Aku ingin menyayangimu
Menenangkan jiwamu dengan kelembutan
Selembut dekapan sinar bulan dalam merengkuh bumi

Sayang...
Aku ingin menyayangimu
Menyemangatimu dengan sinar mentari
Mampu mengkobarkan spirit jiwa dalam berjuang di jalan Tuhan

Sayang...
Aku ingin menyayangimu
Menggenggam erat tanganmu
Tuk menghalau rasa gelisah yang menghantui diri

Sayang...
Aku ingin menyayangimu
Melayanimu dengan sepenuh jiwa sepenuh raga
Demi bahagia dan cinta kita bersama

Sayang...
Betapa kumenyayangimu
Tak terperi-peri tak terkatakan tak terhingga
Semoga terus bersemi terpatri di dalam hati hingga di alam keabadian
Doaku semoga rasa ini saling terasa di antara kita duhai sayangku

Amiin yaa robbal alamiin

Subhanakallahumma wabihamdika
Asyhadu alla ilaaha illa anta
Astaghfiruka wa atubu illaik
Diberdayakan oleh Blogger.

You can replace this text by going to "Layout" and then "Page Elements" section. Edit " About "