Preface
Segala
puji hanya milik Allah SWT atas segala rahmat karunia yang Allah berikan,
hingga detik ini, tanggal 26 Oktober 2008, jam 1:44PM (dini hari), aku masih
diberi-Nya kesempatan untuk menuliskan kembali pengalamanku ke tanah suci
haram. Shalawat dan salam kupanjatkan kepada Nabi besar Muhammad SAW beserta
keluarganya yang mulia, sahabatnya yang agung, dan pengikutnya (semoga diri ini
termasuk didalamnya sampai akhir hayat) sampai akhir zaman nanti.
Malam
ini sulit sekali diri ini untuk tertidur. Sepertinya mata ini ingin melek
terus. Selintas teringat akan segala planning haji yang akan kami berdua
rencanakan, dan akhirnya campur tangan Allah, diri ini menerawang flash back,
aku jadi teringat akan perjalanan umrahku 1,5 tahun yang lalu… Alhamdulillah,
Allah mengijinkanku menuliskannya kemudian. Setiap kali kubuka file tersebut,
tangan ini sepertinya tak bisa berhenti untuk menambahkan hikmah perjalanan
yang kurasakan.
Tidak
terasa, 1,5 tahun sudah sejak perjalanan umrahku yang kuanggap sebagai “MY BEST
UNFORGETABLE SPIRITUAL MOMENT IN MY LIFE”. Walau disana aku mengalami juga
kegagalan dalam menghadapi ujian Allah di tanah suci, namun terasa sekali dari
kegagalan pun Allah memberiku karunia hikmah yang tak ternilai harganya. Memang
terasa dan terbukti janji Allah didalam AlQur’an, surat Al Baqarah : 269, yang
artinya, “Allah
menganugerahkan al hikmah kepada siapa
yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar
telah dianugerahi karunia yang banyak…”. Begitu berharganya hikmah perjalanan tersebut buatku, sampai
aku ingin juga teman-temanku, sahabat-sahabatku, bisa juga mendapatkan hikmah
seperti yang kurasakan. Setiap kali ada teman yang berangkat haji atau umrah,
kuprint out untuk mereka, dan kuberharap semoga mereka tidak mengalami beberapa
kegagalan dalam menghadapi beberapa ujian Allah saat di tanah suci seperti yang
pernah kurasakan disaat-saat itu.
Hingga
suatu saat file tersebut hilang di computer. Kucari-cari tidak ketemu. Diri ini
berdialog dalam hati, “Ya Allah,
kemanakah file itu berada. Apakah karena di dalam diri ini
masih bercampur dengan riya belaga’, dalam pemberiannya kepada teman-temanku.
Jika memang inilah cara-Mu agar aku kembali kepada jalan-Mu untuk menghilangkan
sifat riyaku, aku ridho ya Allah”. Awalnya hati ini merasa sedih kehilangan tulisan ini,
namun Alhamdulillah, dengan dialog-demi dialog di dalam hati, lama-lama biasa
saja. Kalbu ini merasa bahwa sepertinya Allah menginginkanku untuk menyimpan
perjalanan ini di dalam diri mu sendiri. Hari demi hari berlalu, hingga suatu
saat kutemukan hard copynya saat sedang membereskan buku-buku di lemari.
“Alhamdulillah, ternyata ada”. Namun lewat begitu saja, terlupakan lagi.
Hingga malam ini di saat suamiku
membuka kembali buku “Madinah” & Makkah”. Aku suka sekali menyusuri buku2 yang
dibaca mas Ahmad, suamiku tersayang, suamiku yang cool & care dengan
caranya. Aku suka penasaran, kenapa ya suamiku tiba-tiba pingin lagi buka buku
itu?
Saat tidak bisa tidur, inilah
bukti keimananku lagi turun, malah nonton TV, bukannya sholat malam, zikir
(ampuni aku ya Allah atas kealfaanku). Padahal diri ini udah mulai konflik
batin, tahu sih bahwa nonton ini ga menambah ketaatan, kelogisanku masih kental
saat itu, ah sekali-kali lah pingin juga (saat
itu aku ga sadar, bahwa musuh nomor wahid berhasil memprovokasi aku). Ganti
channel, Starworld, udah mau mulai “Desperate Housewife”, gaswat film yang
kusuka, gimana nich. Sempat kutonton beberapa menit, sambil diri ini berdialog
dalam hati, “apakah ini bisa menambah ketaatanku?
Kayaknya tidak deh. Tiba-tiba terasa hampa diri ini, hiburan-hiburan
seperti ini, tidak membuat kalbuku ‘penuh’, hampa saja yang kudapat. Habis itu,
biasanya nyesel, kenapa aku ga sholat malam.
Alhamdulillah, akhirnya ‘provokosi
musuh nomor wahid’ bisa diabaikan juga walau sempat juga nonton sebentar
(memang nonton TV itu ibarat virus yang bisa menjalar ke channel-channel yang
lain, aku kudu hati-hati!!! Waspadalah!!). Langsung kumatikan TV, kuberanjak dari tempat tidur, menuju living
room. Tiba-tiba diri ini tergerak untuk membuka buku “Madinah “ dan “Makkah”
lagi. Setelah itu, pada dini hari buta tadi, aku mencari hardcopy cerita
perjalanan umrah waktu itu, Alhamdulillah setelah dikulik-kulik ketemu. Aku
juga tidak tahu kenapa tiba-tiba aku semangat untuk mengetikkannya kembali,
sebagai tanda penguatanku terhadap hikmah perjalanan yang pernah kudapatkan. Aku ingin menggalinya kembali ya Allah,
ijinkanlah hamba-Mu yang dhoif ini. Sehingga diri ini bisa meningkatkan kembali
keimanan yang sedang turun, merasakan kembali getaran-getaran jiwa disaat
mengingat-Mu seperti waktu itu. Ampunilah hamba-Mu ini ya Allah. Diri ini ingin
memulai lembar baru kembali ke jalan-Mu yang lurus, dengan menuliskan flash
back perjalanan umrah waktu itu. Ijinkan hamba ya Allah, untuk menjadikan momen
ini sebagai momentum untukku agar mempunyai ghirah, semangat, azam yang kuat
untuk lebih bermakna di mata-Mu dan manusia. Sebagai momentum yang dapat
memecutku untuk bisa menjalankan perintah-Mu dan menjauhi larangan-Mu lebih
baik lagi.”
Untuk kesekian kalinya,
kuupdate kembali spiritual journey ku ke tanah suci. Alhamdulillah, Allah masih
mempercayakan tulisan ini lewat seberkas hardcopy yang terselip di
lembaran-lembaran artikel yang kukumpulkan.
IJinkan aku memulai menyalinnya & merasakannya
kembali dalam kalbu ini ya Allah.. Audzubillahiminasysyaithoonirrojiim.
Bismillahirrahmaanirrohim.
Kulanjutkan ceritaku.
Besoknya, 27 Oktober 2008, pap..kenapa tumben kok tiba2 mau buka buku “Makkah”
& “Madinah” lagi? Ga’ tau mam, Madinah yang paling berkesan buatku.. oooo..
aku ikutan baca buku itu lhoo.. btw..saving plan kita udah berapa ya? Udah bisa
dikali dua kan pa, kan kita awal buka saving plan pas Dimas usia 3 bulanan..
memang udah mam…udah bisa pergi haji tuuhh kita.. ya udah..gimana klo kita
ikhtiar untuk tahun dpn, ga usah nunggu 2 tahunlagi.. di malam yang sama..mama,
papa, bapak ibu pun meridhoi.. apakah ini pertanda Allah memberiku lampu hijau
untuk pergi haji?.. Wallahu alam bissawab. Aku hanya mampu berikhtiar, selebihnya
keputusan adalah hak prerogratif Allah.. besoknya, tanpa diduga secepat itu,
keempat orangtua kami meridhoi kami berangkat. Semoga ini pertanda, bahwa Allah
memberi kami lampu hijau untuk melanjutkan ikhtiar kami selanjutnya.
HIKMAH PERJALANAN UMRAH 26 APRIL – 6 MEI 2007
Segala
puji hanya milik Allah SWT atas segala rahmat karunia yang Allah berikan.
Shalawat dan salam kupanjatkan kepada Nabi besar Muhammad SAW beserta
keluarganya yang mulia, sahabatnya yang agung, dan pengikutnya (semoga diri ini
termasuk didalamnya sampai akhir hayat) sampai akhir zaman nanti.
Subhanallah
sepertinya masih terngiang-ngiang momen perjalanan umrah, ternyata ta’ terasa
sudah 1,5 tahun lamanya sejak kami pulang umrah dari tanah suci.
Sejak
mama papa dan ibu bapak pergi haji tahun 2006 lalu, tergerak hati kami untuk
bisa berangkat kesana.. dan gerakan hati ini semakin menguat sehingga
melahirkan tekad untuk berikhtiar menuju ridho Allah menggapai kebahagiaan
dunia akhirat. Hakikat berhaji, adalah pulang kembali fitrah, seperti bayi yang
baru lahir. Umrah adalah haji kecil, tapi rasanya malu diri ini jika tujuanku
umrah adalah latihan kembali fitrah. Mas Ahmad yang sudah pernah berumrah
bersama bapak ibu tahun 1999, memang berniat ingin mengajakku umrah dulu baru
pergi haji sebagai ‘try out’ untuk pergi haji yang ujiannya lebih berat lagi. Thanks
honey, for everything.
Semoga Allah merahmatimu dan memberkahi segala hal yang mas lakukan.
Sejak
Januari 2007 kami bertekad untuk umrah.. namun pada waktu itu tabungan kami
belum mencukupi.. kami hanya membayangkan tabungan dari Mandiri Syariah
digabung dengan uang arisan yang aku depositokan beberapa bulan yang lalu.
Subhanallah, ternyata ada berita bahwa bakal ada uang bonus. Seandainya benar
ada bonus, itu berarti sepertinya Allah meridhoi kami untuk meneruskan ikhtiar
umrah kami. Ternyata, Alhamdulillah, di akhir Februari 2007, bonus memang ada
dan harganya hampir pas dengan total biaya umrah untuk kami berdua yaitu Rp
22.000.000. Allahu akbar..Allah Maha Besar.. yang menguasai segala makhluk dan
segala keinginan… sepertinya Allah mulai memberiku lampu hijau sampai di
perempatan jalan ikhtiar berikutnya.
Subhanallah,
ternyata nikmat sekali menghanyutkan diri dengan kehendak illahi robbi.. kami
biarkan Allah yang menggiring kami untuk ikhtiar selanjutnya. Pada saat kami
utarakan kepada keempat orangtua kami, bapak ibu setuju, mereka
merekomendasikan Ramani, tapi sepertinya mama kurang ridho dihubungkan dengan
cuaca yang sangat panas. Aku mengerti ya Allah, betapa sayangnya mamaku padaku.
Walaupun aku sudah menikah, tapi masih memperhatikan penampilan anaknya..takut
hitam..klo kutafakuri, ada baiknya juga, biar aku ga jadi bahan ujian alias
bahan gibah orang lain, apalagi klo ketemu saudara dekil in the kummel karena
ga merawat diri, biasanya jadi bahan ghibahan orang..sempat terbersit dalam
diriku, untuk mengubah jadwal umrah bukan pada bulan April Mei tapi pada
bulan-bulan yang cuacanya tidak panas…
Namun
suamiku mengingatkanku, Allah menggiring suamiku untuk mengingatkanku bahwa
padang Mahsyar itu jauh jauh lebih panas dari panasnya cuaca di tanah
suci..boleh jadi hitam itu fisiknya, tapi ruhaninya bisa kinclong. Aku sempat
berdoa kepada Allah, “Ya Allah, berikanlah aku cara untuk mendapat ridho dari
orangtua”…
Meski
ridho mama belum kudapat, aku berusaha meneruskan ikhtiarku dengan membuat
paspor. Saat suamiku sudah mendaftarkan diri untuk mengajukan paspor, tidak
serta merta dipanggil. Subhanallah,
campur tangan Allah, sahabatku mengingatkanku untuk memfollow up person in
charge dalam hal pengurusan paspor untuk CPI. Klo mau umrah bisa minta lebih
cepat. Suamiku tipical yang procedural, kuberanikan diriku untuk menghubungi
beliau agar bisa mendapatkan form pengisian paspor, akhirnya beliau
memberikannya dengan penekanan, “bener ya bu…ibu memang bener2 mau umrah ya”. Iya
pak, kita bohong kalo mau berangkat. Pengisiannya pun berlembar-lembar.
Berminggu-minggu form itu dibiarkan tergeletak di meja, ga disentuh-sentuh. Aku
berkali-kali mengingatkan suamiku, api akhirnya kalo memang klo Allah meridhoi,
akhirnya suamiku mulai mau mengisinya dengan sepenuh hati selama beberapa hari,
aku nemenin suamiku bergadang untuk ngisi paspor. Akhirnya setelah beberapa
hari, kemudian kami dipanggil ke Dumai untuk foto. Kemudian 2 minggu kemudian
kembali lagi untuk cap jempol. Subhanallah, akhirnya selesai juga, sepertinya
Allah memberiku lampu hijau sampai di perempatan jalan ikhtiar selanjutnya.
Akhirnya
Allah menjawab doaku. Mama akhirnya ridho aku berangkat dengan cara yang memang
Allah tunjukkan secara tiba-tiba. Aku memang sengaja menaruh keberangkatan kami
berdua di akhir April, karena nanti di saat di tanah suci, pas dengan 5 tahun
pernikahan kami. Tiba2 saa kakakku menelponku mengenai keberangkatan aku umrah,
“Ep..kata nyokap pas tanggal itu panas ya..”..aku bilang ke kakakku, “emangnya
ayuk aja yang mau honeymoon. Kan pas umrah itulah my first anniversary.”
Subhanallah, mamaku mulai luluh karena ternyata kupilih pergi di bulan itu
karena pada saat itu ada hari yang special buat kami berdua. Alangkah indahnya,
jika kami merayakan 5 tahun pernikahan kami di tanah suci haram, Alhamdulillah.
Bagi kami berdua ini bukanlah tujuan utama, tapi hanya factor pendukung saja.
Ternyata Allah menjawab doaku, aku diberi-Nya cara agar orangtua memberi ridho
atas keberangkatan kami ber-umrah. Beberapa hari kemudian, mama menelepon, “Ev,
kamu ga usah banyak persiapan umrah, mama ada semua saat haji kemarin.
Anak-anak sama mama saja, mama kan udah pension. Lagipula di rumah ada asisten
juga, selain Win Siti kukerahkan ke Karawaci. SUbhanallah, subhanallah,
allahuakbar.
Ikhtiar
berikutnya, setelah selesai paspor, paspor baru tersebut harus dikirim ke
Jakarta by post karena kita ga ada waktu untuk kesana langsung. Begitu juga
harus menyertakan surat nikah. Betapa kami diuji lagi, suamiku berkata “Inilah
tes ridho Allah, seandainya Allah ridho, paspor ini bakal nyampe”, tapi kalo
Allah ga ridho, ya ga nyampe. Kami ikhtiar maksimal pakai TIKI yang ada
asuransinya. Subhanallah, ternyata Allah memberiku lampu hijau sampai di
perempatan ikhtiar selanjutnya.
Hari
berganti hari, sampai tibalah saatnya di malam keberangkatan. Tak dinyana,
sahabat-sahabat mitra taat datang bersilaturahim ke rumah. Tidak terkatakan,
memang Allah tau yang kubutuhkan, walaupun tidak kuutarakan kebutuhanku
kepada-Nya. Aku dikasih celana putih baru, yang mana memang aku butuh, baru aja
celana putihku diganti resletingnya karena aku mersa ga butuh beli baru. My
best friend juga ngasih baju putih, yang ga jadi kubeli di Karsinah. Ternyata jodoh
juga lewat beliau, subhanallah betapa indahnya persahabatan kami karena
dilingkupi tali Allah dengan satu tujuan, kebahagiaan dunia akhirat.
26 April 2007
Tanggal 26 Apil kami
berangkat, naik coplane. Tes kalbu, tanpa Win & Siti, baru terasa punya
anak tiga. Hari yang menghebohkan di jalan menuju bandara Dumai, Allah menguji
dengan mogoknya bis saat mendekati Dumai. Subhanallah, cukup lama mogoknya,
akhirnya hidup lagi. Tiba di bandara Dumai, ternyata pesawatnya kudu ke
pekanbaru dulu, akupun berkata, “Wah, nambah ujian lagi nich”. Disaat itu, kami
sekeluarga pas bareng suami sahabat yang combus, beliau berkata, “Bukan nambah
ujian, nambah peluang”. Ternyata keyakinan ini terus dibenamkan Allah kepadaku.
Kalbu ini berbicara, “Iya juga ya, diri ini jadi lebih semangat menjalaninya.
Pastilah Allah punya maksud kenapa hal ini terjadi pada diriku, semoga menjadi
peluang pahala sabar yang kata pak ustadz nilainya tak terhingga..amiin. Di
pesawat, Nana sama aku, Nano dan Dimas sama papanya. Subhanallah, memang Allah
Maha Pengatur, yang rewel Nana yang lain tidak, sampailah sampailah kami di
Halim Perdana Kusuma. Alhamdulillah Allah masih memberiku lampu hijau sampai di
perempatan ikhtiar selanjutnya. Sampai di HPK, nunggu opa. Mobil opa pada saat
itu AC nya lagi mati, karena klo AC nya dihidupkan, mobilnya langsung “over
heat”. Alhamdulillah kami pada saat itu santai saja, walau peluh keringat
membasahi baju kami semua walau jendela udah dibuka sebagian. Wajah anak2 udah
pada kucel, tiba2 ditambah hujan saat kami mau ke Ramani, travel Umrah yang
akan mengantarkan kami ke tanah suci. Karena jendela dibuka sebagian, anak2
kena hujan sedikit-sedikit, semua kami jalani, anak2 mulai kelaparan, biscuit
yang kubawa untuk bekal di jalan mulai habis. “I’m sorry my dear”, kami sadar
bahwa ini adalah ujian dari Allah. Subhanallah, staf Ramani adalah tipe orang2
yang praktek. Bangunannya serba ungu tertata rapih. Stafnya merangkap tukang
parkir tanpa ada rasa sungkan sama sekali. Mereka pun tidak membedakan apakah
kita datang dengan mobil mewah mengkilat, atau mobil sederhana. Kami yang
datang dengan muka kucel pun, semua dianggap sama, karena memang semua orang
sama di mata Allah, subhanallah, memang Islam itu praktek.
Sampai di rumah Karawaci
disambut oma yang udah prepare atas kedatangan kami. Mamaku bener-bener ibu
yang perhatian sama anaknya. Semua perlengkapan hajinya kemarin dikeluarkan
buat dipinjamkan, bahkan ada juga yang dikasihkan ke aku. Benar kata pribahasa,
Kasih ibu memang sepanjang jalan, kasih anak sepanjang galah…apalah awa’ ni..
27 April 2007
Satu hari sebelum perjalanan
umrah. Kami
nyenengin anak2 dulu, Menuhin perhatian mereka. Dimas
sudah mengerti bakal ditinggal ma pa nya. Dan Allah sedemikian rupa mengatur,
Dimas gpp ditinggal karena omanya bakal sering ngajak ke Timezone. Maklum kita
orang kampong yang pulang kota, jadi rada takjub ama mall. Apalagi Dims,
kakak2ku semua ngumpul, begitu terasa bahwa memang betapa Allah &
Rasululullah tidak henti-hentinya di Al Quran dan hadaits menekankan pentingnya
tali silaturahim, tapi ternyata tali silaturahim tanpa diliputi tali Allah,
mudah putus. Aku mampir ke rumah kakakku Yanto, dekat dengan rumah mama. Disana
kami ngobrol banyak hal yang mudah2an menggiring ke ketaatan. Kakakku
kukomporin biar naik haji, semoga Allah membukakan pintu hidayah kepada kakakku
yang baik hati dan pemurah itu. Aku juga sempet nonton video amazing saat kakak
iparku melahirkan, subhanallah, ternyatalah begitulah aku dulu. Memang kasih
ibu tak akan terbalaskan. Mom, I love you, betapa banyak hikmah saat aku
bersilaturahim jika aku ingat Allah. Aku memohon kepada Allah agar menguatkan
tali silaturahim kami semua dengan ikatan-Nya. Akhir hari menjelang, Allah
memberiku lampu hijau sampai di perempatan ikhtiar selanjutnya. Finishing packing
di malam hari sudah siap.
28 April 2007
Mulailah perjalanan ruhani
kami berumrah. Mama, papa dan kakak-kakakku serta Dimas (Nano & Nana
tinggal di rumah oma) mengantar ke bandara. Alhamdulillah kami berdua dikuatkan
untuk tidak menangis saat mereka meninggalkan kami. Dimas pun ga ada cara
menangis saat ditinggalkan, ketawa ketiwi aja karena mau diajak jalan-jalan
sama kakak-kakakku. Mungkin memang kata Allah aku ga mampu klo ngeliat Dimas
nangis ditinggalin ortunya. Keluargaku balik duluan, ga nunggu sampai kami check in.
Saat menunggu check in, kami
berkenalan dengan satu keluarga, bapak, ibu dan anak perempuannya yang sudah
menikah. Anak itu menangis, karena harus meninggalkan anak dan suaminya yang ga
bisa ikutan. Aku bilang ke dia, “Pulang kita sendiri-sendiri mbak. Semoga bisa
jadi latihan”. Ternyata Allah mengetes pernyataanku yang ‘pulang
sendiri-sendiri itu’. Kami berdua kaget juga dari banyak pasangan yang pergi
lewat travel Ramani, Cuma kami berdua yang tidak digabung dalam satu tempat
duduk. Aku dan mas Ahmad dipisahkan lorong tempat orang lalu lalang. Awalnya
sempat juga ada rasa gelisah ..kok begini, kok begitu..was-was hati ini.
Akhirnya aku bisa merenung, “ternyata ini ada peluangku membuktikan
kata-kataku, bahwa “pulang sendiri-sendiri”. Bisakah aku tetap bahagia walaupun
ga sebangku sama mas Ahmad.
Pesawat di delay jadi
berangkat jam 1 siang. Aku mikir, wah tapi ini juga peluang ikhtiar. Apakah itu sudah takdir? Atau karena aku belum
ikhtiar? Akhirnya aku coba tanya ke pramugara apakah ada seat kosong supaya
kami berdua bisa satu tempat duduk. Setelah nunggu-nunggu, akhirnya pas
kebetulan kehendakku cocok dengan kehendak Allah, aku akhirnya dapat seat
meskipun jauh dari rombongan, dan di areal TKW. Sempat ada rasa sombong, namun
diri ini berdialog di dalam hati, “Semua kan sama di mata Allah”. Malah kami
berdua ditempatkan disebelahku seorang TKW yang bekerja di Riyadh Arab Saudi.
Alhamdulillah terasa diri merasa zero saat mengobrol dengannya. Wanita itu
seorang janda tanpa anak yang sudah mengembara kemana-mana menjadi TKW. Karena
dirinya merasa sepi hidup sendiri di negeri sendiri. Dalam hati aku mendoakan
semoga ia menemukan tujuan hidup yang sebenar-benarnya, kebahagiaan dunia
akhirat, yang tidak bisa dinilai dengan materi apapun. Kebahagiaan sebagai
seseorang pengembara yang bukanlah dalam arti fisik, tapi ruhku yang
mengembara. Seperti Rasulullah pernah bersabda, “Perumpamaan hidup di dunia ini bagiku tidak ubahnya seorang musafir
dalam perjalanan jauh yang singgah berteduh di bawah pohon kayu yang rindang
untuk melepaskan lelah. Kemudian dia harus berangkat meninggalkan tempat itu
untuk meneruskan perjalanan yang sangat jauh tidak berujung”.
8 jam di pesawat bukanlah
sebentar. Sholat kulakukan di pesawat. Kurenungi perjalananku dengan bermunajat
kepada Allah. “Ya Allah, inilah kali
pertama perjalanku untuk mengunjungi rumah-Mu ya Allah. Ya Allah, kutinggalkan
anak-anakku untuk menggapai ridho-Mu ya Allah, untuk meningkatkan kualitas
pengabdianku kepada-Mu.”
Saat pesawat mengangkasa,
makin terasa jika kalbu ini terus mengingat Allah, tergetarlah hati ini. “Ya Allah, Engkau dan Rasul-Mu berada di arsy
yang paling paling tinggi. Saat aku di pesawat, dan aku mengingat-Mu dengan
membaca asma-Mu, terasa tentram hati ini, tidak ada gundah gulana menyelimuti
kalbu. Hanya ingat Engkau ya Allah, hatiku ini akan tentram”.
Saat masih di angkasa,
kulihat betapa tandus keringnya gurun pasir. Jelaslah rasulullah adalah yang
paling banyak ujiannya, berhari-hari naik unta di gurun pasir, betapa besar
perjuangan beliau, memang sangat pantas menjadi manusia habiballah..kekasih
Allah. Alhamdulillah tibalah kami di Jeddah. Saat tiba sore hari waktu Jeddah,
sekitar jam 6 sore. Terasa bahwa inilah umrah perjuangan dimana kami musti
melewati perjalanan dengan naik bus selama 5 jam menuju Madinah. Kuluruskan
niatku, berharap ridho-Nya agar menguatkan diri ini untuk terus berikhtiar
mengapai anugerah tertinggi dari Allah. Berjuang melawan kelelahan fisik,
adalah awal dari perjuangan sesampai di jazirah Arab.
Sepertinya memang Allah terus
membimbingku untuk merasakan bahwa “hidup ini adalah peluang amal sholeh”. Saat
rombongan beristirahat untuk sholat, aku dipertemukan dengan seorang
nenek-nenek umur 72 tahun. Dulu sempat membayangkan kenikmatan beribaah bersama
suami tercinta berdua saja bermunajat kepada Alah. Tapi ternyata Allah
menghadirkan beliau sebagai praktekku bahwa “hidup ini adalah peluang”. Kami
bersyukur kepada Allah masih diberi peluang amal sholeh. Berarti inilah tanda
kasih sayang Allah. Ibu T, my momy, pergi bersama suami dan anak laki2nya. Pak T
& Mas T ga bisa nemenin bu T karena jelas dari mulai wudhu saja semua
ruangan sudah mulai terpisah sampai ke ruang sholat pun tidak seperti di
Indonesia yang Cuma dibatasi oleh gorden atau papan pembatas setinggi leher
antara jamaah pria dan wanita. Inilah peluangku, inilah kurikulumku, mencairkan
egoku. Alhamdulillah Allah memberiku lampu hijau sampai di perempatan ikhtiar
selanjutnya. Tibalah kami di Hotel Dallah Taiba jam 2 pagi. Letaknya Cuma 5
menit menuju masjid Nabawi. Alhamdulillah, memang Allah Maha Pengatur, Dia
mengujiku sesuai kemampuanku.
Saat itu, aku sedang
mengkonsumsi suplemen detox melangsingkan sebagai ikhtiarku menjaga amanah
tubuhku sendiri. Di hati ini terbersit pertanyaan, “Perlu kuminum ga ya, karena
jika kuminum biasanya aku jadi sering
‘ke belakang’. Ternyata keputusanku salah, aku jadi lupa prioritasku
untuk apa, tidak memikirkan mudarat manfaatnya. Ternyata aku masih
mencampur-campur antara ibadah dengan nafsuku, pengen kurus untuk ngurus suami
tapi resikonya sering ke belakang, tapi juga pengen ibadah di masjid Nabawi. Ga
kebayang ternyata pengalaman ini berujung hikmah yang subhanallah bener-bener
terasa banget dalam hati.
29 April
2007
Saat aku mulai memasuki
Masjid Nabawi, rasa takjubku terasa melihat kemegahannya, belum sampai bergetar
hati ini (kuyakini bahwa seperti di Al Quran disebutkan ciri-ciri orang yang
beriman bergetar hatinya jika disebut nama Allah). Sedang diri ini, saat di
masjidnya Rasulullah, kekasih Allah, rasanya biasa saja. Kunikmati air zam-zam,
bismilllah, betapa lezatnya sampai ke hati menjadi sejuk saat meminumnya. Aku
mulai melaksanakan ibadah-ibadah sunnah disana, sambil menunggu sholat shubuh.
Sholat tahajjud pertamaku di
masjid Nabawi. Belum terasa nikmatnya beribadah, sepertinya hanya ritual saja.
Sebelumnya aku minum beberapa suplemen, biar kuat ga lemes karena baru
perjalanan jauh, langsung ikhtiar lagi. Bu T bersamaku, tiba-tiba terasa diri
ini pengen ke belakang, rasanya udah ga tertahankan. Akhirnya aku memutuskan
untuk memperbaharui wudhuku. Tas kutitipkan sama temen rombongan. Ternyata
tempat wudhunya, jauh, musti keluar masjid. Saat keluar masjid masih sepi dari
jamaah, aku agak nggampangin bahwa lokasinya mudah untuk dikenali sehingga aku
bisa ga nyasar.
Tapi ternyata, saat aku masuk
kembali, aku bingung ada dimana. Aku nyasar di masjid Nabawi. Jamaah
berduyun-duyun memasuki masjid hingga sulit sekali untuk menyusup mencari
lokasi rombongan travel umrahku berada. Aku makin was-was, klo nyasar gimana nich,
malah panjang angan-angan, bukannya banyak istighfar. Karena aku belum tau
kesalahanku apa, dari ujung sisi kanan kusisir untuk mencari rombongan, karena
perlengkapan sholatku pun ada disana. Aku jadi ujian jemaah lain karena banyak
yang tidak suka klo dilangkahi saat sholat. Akhirnya aku sisir dari bagian
depan sebelah kanan sampai ke ujung kiri, kalau-kalau mereka bisa melihatku dan
kemudian memanggiku, tapi tenyata Allah memang bekehendak lain. Tidak ada
satupun dari mereka yang memanggilku. Aku udah mulai was-was, celingak celinguk
sampai-sampai lupa istighfar. Tibalah aku di penghujung sisi kiri bagian denpan
tempat jemaah wanita di masjid Nabawi, udah mentog, saat itulah azan
berkumandang. Akhirnya kuputuskan untuk sholat shubuh dimanapun, inilah
perintah Allah, ga bergantung sama temen-temen rombongan. Untung saja bajuku
tertutup, jadi tanpa mukenahpun aku bisa sholat. Kulirik kiri-kananpun, para
wanita arab sholat dengan busananya, ga perlu pake penutup tangan, tapi baju
gamis + kaos kaki. Fiqiih, inilah fiqiih, tidak bisa dipersatukan sampai hari
kiamat. Ujung-ujungnya adalah harga sebuah pilihan mana yang membuat diriku
lebih banyak manfaat daripada mudarat.
Sebelum sholat aku terus
istighfar memohon ampun kepada Allah, atas kesalahanku Akhirnya ku sholat
dipojokan dengan orang-orang asing di sekelilingku. Subhanallah, saat setelah
sholat shubuh, kemudian ikut sholat jenazah, tiba-tiba aku berjalan ke sisi
kanan, tidak berapa lama teman-teman rombongan sudah berdatangan. Hikmah yang kudapat :
- Sedikit saja ada rasa
meremehkan “ah ga mungkin nyasar lah”, Allah akan menegur tamu-Nya yang
‘meremehkan’ bahwa segala sesuatu bisa saja terjadi atas ijin-Nya, walau
itu diluar logika.
- Aku masih jadi merak yang
masih mementingkan penampilan daripada prioritas beribadah.
- Terasa bahwa Allah Maha Melihat dan Maha Mendengar
- Aku dibenamkan lagi bahwa “aku pulang sendiri-sendiri”. Ga perlu risau
klo aku tersesat dari rombongan. Klo
wudhu lagi, lebih baik kubawa semua barang bawaan.
Masih
tanggal 29 April, aku bersama suamiku bareng menuju masjid Nabawi. Aku teringat
nasehat teman untuk selalu cium tangan suami saat berpisah, karena siapa tau
Allah memisahkanku untuk selamanya. Betapa nikmatnya saat kucium tangan suamiku
dengna penuh pengharapan Allah meridhoi-ku. Subhanallah,
dari ribuan jamaah yang ada, berpisah masuk mesjid kami bersama-sama, keluar
masjid juga bisa bersama-sama. Padahal tidak banyak pesan-pesn yang kami
rencanakan, “Nanti setelah sholat, ketemuan di tempat itu”. Lokasi untuk pria
wanita di masjid Nabawi benar-benar terpisah jauh. Tapi itulah klo memang Allah
berkehendak, pulang pergi bisa barengan. Memang benar bahwa “Ridho suami itu
ridho Allah”.
Masih tanggal 29 April 2007,
Raudhah, Raudhah, subhanallah.
Ba’da ashar, aku ikhtiar
menuju raudhah. Karena untuk wanita, tidaklah setiap waktubisa mendapatkan
kesempatan itu, ada waktu-waktu khusus. RAUDHAH, UNFORGETABLE SPIRITUAL MOMENT.
Ya Allah, kulihat ratusan orang
berdesak-desakkan kesana, sampai berlari-lari sekencang-kencangnya menuju sana.
Aku ikut mengayuhkan kakiku lebih cepat, semakin dekat kesana, degupan jantung
ini makin menguat, getaran-getaran terus teras mendekati makam Rasul-Mu. Ya
Rasul Allah, aku merasa dekat denganmu saat disana. Kubayangkan
keramahtamahanmu, senyumanmu, getaran hati ini tak terbendung menahan rasa
“berjumpa denganmu”. Hati ini tak kuat merasakan kemuliaan dirimu, keagungan
dirimu. Betapa bahagia diriku, merasakan perjuangan menggapai ridho-Mu ya
Allah..dengan merasakan cinta Rasul-Mu keada kami semua, manusia yang paling
mulia di mata-Mu ya Allah.
Allahumma sholli alaa sayyidinaa muhammad wa’ala aali
sayyidinaa muhammad. Ya Allah, curahkanlah rahmat dan keselamatan kepada
baginda kami Nabi Muhamamd SAW beserta keluarganya yang mulia. “Laa ilaaha
illalllah, muhammadarrasulullah”…kalimat inilah yang terus terucap dalam
kalbuku, aku terus menjaga hatiku sambil terus berikhtiar mendekatimu, ya Rasul
Allah. Engkau tak pernah ingkar janji ya Allah, jika aku mengabdi hanya
untuk-Mu ya Allah, Engkau akan mengatasi segala masalah. Kuhanyutkan saja
diriku dengan kehendak-Mu ya Allah. Kubiarkan diri ini didorong depan belakang
kiri kanan, sambil kupegang erat bu T yang kusayang sambil membawakan kursi dan
tasnya. Kubiarkan diriku terhenti, sampai Allah yang akan memberik jalan melapangkan
jalan di depan. Aku yakin bahwa Engkau tidak akan ingkar janji. Betapa nikmat
terasa, disaat peluang habluminallah kujalani, dan disaat bersamaan peluang
habluminannas disajikan Allah saat bersama bu T menuju raudhah. Nikmat bahagia
begitu terasa, kalimat sakti “Laa ilaaha illallah, muhammadarrasulullah” terus
kuteriakkan dalam hati untuk memohon kekuatan dari Allah untuk terus berikthiar
mendekati raudhah, semakin dekat, semakin dekat, sampailah tiba titik
ultimatenya, saat aku melakukan sholat di raudhah taman surga. Kubacakan nama2
orang2 yang kucintai kudoakan mereka kebahagiaan dunia akhirat. Betapa nikmat
bahagia yang Allah berikan, saat aku bermunajat kepada Allah,
dan setelah itu kulindungi bu T dari injakan dan dorongan orang-orang saat giliran
beliau untuk sholat disana. Inilah rasanya nikmatnya beribadah di tanah suci
haram, rasanya tak akan bisa dibayar dengan apapun juga, subhanallah.
Sore harinya, kumulai mencari
oleh-oleh untuk handai taulan. Segala sesuatu kembali kepada niat, supaya
bernilai ibadah, kuniatkan untuk shadaqah, berbagi hadiah.
Masih
tanggal 29 April, sholat maghrib jeda sholat sunnah, sholat isya. Ternyata aku
belum praktek bahwa hidup ini adalah peluang ibadah, sayang sekali jika
terlewat begitu saja. Karena saat jeda itu, aku lebih banyak bengong, karena
tenggelam dalam banyak kejadian di sekitarku. Kumelihat bagaimana majelisnya
orang arab, sedang membahas tentang fiqih sholat. Beliau mempraktekkan
bagaimana tangan dinaikkan ke atas disat takbiratul ikhram. Fiqih sangat
kubutuhkan untuk menyempurnakan syariatku dalam mencapai kebahagiaan dunia
akhirat. Ada lagi orang gila yang berperilaku aneh di masjid Nabawi. Di benak
ini ada sedikit rasa takut dia akan menggangguku. Disaat diri ini lengah tidak
menggali hikmah, tidak menggunakan peluang waktu yang ada untuk banyak
beribadah, rasanya hati ini hampa, biasa saja. Jam 11 malam Allah
membangunkanku untuk ibadah sunnah…pulang ke hotel.
30 April 2007
Sholat subuh rombongan sudah
pergi. Aku sholat sendiri, ga berombongan. Tapi alhamdulillah diri ini pada
saat itu tetap tenang. Pengalaman di hari pertama cukup membekas sehingga aku
berjuang ga mau kehilangan momen lagi. Setelah sholat, aku beranjak barangkali
bertemu dengan teman rombongan, akhirnya bertemu dengan salah satunya. Memang
Allah akan memberi yang kubutuhkan disaat yang paling tepat. Saat kita sedang
duduk tenang, tiba-tiba aku dikasih bonus pemandangan yang indah, wuuqqq..atap
tenda payung masjid Nabawi terbuka pas di atasku persis, jadi aku bisa melihat
keindahan langit di waktu fajar yang indah sekali dari dalam masjid Nabawi.
Melihat tanda kebesaran-Nya, membuatku terkesima dengan kasih sayang-Nya.
Pagi hari kami berkemas
menuju Makkah. Sempat ada nafsu ingin ke Raudhah lagi sebelum berangkat jam 3
sore ke Makkah, tapi kata suamiku, “itu nafsu atau ibadah ya”. Karena suami ga
ridho, kuurungkan niatku. Dan memang kehendak Allah berkata lain. Pihak Ramani
mempunyai program ziarah ke Masjid Quba, Jabal Uhud, Mesjid Qiblatain, Khandaq
dan Kebun Korma. Memang AlQuran itu begitu banyak tanda kebesaran Allah. Dari
korma pun bisa melihat kebesaran Allah. Ternyata pohon korma itu ada yang
jantan dan betina. Tanpa bantuan angin mereka tidak bisa berbuah, dulu aku ga
suka korma. Setelah tau bahwa korma itu disunnahkan rasul, aku mulai suka.
Memang apa yang disunnahkan rasul pastilah mengandung kebaikan tidak hanya
untuk akhirat juga dunia. Korma ini baik juga untuk kesehatan karena kandungan
zat gizinya komplit, seratnya banyak. Jadi direkomendasikan untuk keseimbangan
asam basa tubuh. Jika aku terus menggali, di sepanjang perjalanan begitu banyak
hikmah kehidupan dari Allah agar aku lebih taat, takzim kepada-Nya, hingga
tetesan air mata tidak mengenal waktu dan tempat saat merasakan kebesaranNya.
Alhamdulillah, bisa merasakan
lagi adanya peluang amal sholeh lewat bersilaturahim dengan adik sahabat di
Duri yang bekerja di Madinah. Subhanallah, kami beri buku Bahan Renungan Kalbu,
sebagai tanda silaturahim kami. Memang terasa bedanya jika jalinan silaturahim
karena Allah bukan keinginan dipuji dll, semoga Allah ridho dengan ikhtiar kami
ini.
Jam
3 sore memulai roadshow to Makkah. Aku berbaju serba putih, suamiku sudah
berpakaian ihram. Sampai di Birr Ally mengambil Miqat. Semua berbaju IHRAM,
putih bersih, selayaknya fitrah. Sesungguhnya disaat diriku ini mulai
berikhram, diri sedang berikrar bahwa siapapun aku, sekaya semiskin setinggi
serendah jabatan apapun, ningrat rakyat jelata semua sama di mata Allah. Bisakah
kubawa rasa ini sampai ke tanah air, melihat semua sama di mata Allah. Bukanlah
sesuatu hal yang mudah. Kadang diri ini, suka takut sama orang-orang petinggi
ya karena itu, diri ini ga punya pemahaman ini dalam kalbu. Diri ini masih
sering merasa diri ini lebih hebat dari yang lain, merasa hebat dengan gelar
akademik, suami bla-bla dll. ampuni aku ya Robb, kuatkanlah diri ini agar mampu
menghalau sifat sombong di dalam jiwa, bukanlah mudah, tanpa bimbingan-Mu
hamba-Mu ini tak sanggup menghalau sifat buruk ini. Saat di Birr Alii, ada
peluang lagi buatku, maukah aku mendahulukan orang lain baru diriku sendiri
yang sedang menganT berwudhu. Perjalanan masih sekitar 5 jam lagi, labaikallah umratallabaik, ya Allah,
kusambut panggilan umrah dari-Mu ya Allah. Nikmat terasa tak terbendung
tetesan air mata tak sabar bertamu di rumah-Mu. Masuk hotel Mawaddah, langsung
melaksanakan ibadah umrah ternyata ujiannya adalah kelelahan fisik. Saat itu,
diri ini tidak waspada, seandainya dalam berikhtiar berharap keridhoan Allah
dan tetap selalu mengingat Allah, maka rasa lelah tidak terasa. Sesampainya di
Masjidil Haram, yang letaknya 5 menit dari Hotel Mawaddah, yang kurasakan biasa
saja. Dari situ aku mulai khawatir, jika tidak ada getaran di dada, tidak ada
tangisan haru bertemu dengan rumah Allah, hampa, itulah pertanda bahwa keimananku
sedang turun. Karena kelelahan fisikku kubiarkan menghanyutkan diri ini
sehingga terjebak rasa lelah. Namun jika diri ini selalu ingat Allah bukan
ingat lelahnya, Dia akan membuat diri ini lupa, ga terasa capeknya. Semua
ritual umrah kulakukan. Tanpa kusadari aku makin sayang sama bu T, beliau
menjalani ibadah umrah dengan kursi rodanya. Kulihat orang Parsi yang langsung
tersungkur saat berhadapan di depan ka’bah. Ritual tawaf pertama kali dalam
hidupku yang kurasakan lelah fisik saja, malah terasanya kok ga nyampe-nyampe.
Tawaf 7 kali terasa lama sekali. Sebentar-sebentar aku tanya ke mas Ahmad, Udah
berapa puteran mas? Berarti klo nanya gitu, aku memang udah pengen cepet
selesai dan istirahat, padahal ada makna yang jumbo mau Allah kasih lewat aku
bertawaf ini. Belum terasa nikmat nya beribadah seperti yang sebagian orang
rasakan. Belum terasa bahwa THAWAF itu mengkaitkan
hati ke Allah, selalu ingat Allah. berputar 7 kali di pusat orbit takwa.
Yang tawaf pertama kali ini adalah masih fisikku, belum kalbuku.
Pada saat tawaf pertama kali
dalam hidupku ini, kucoba untuk mencium hajar aswad. Ternyata Allah belum
meridhoiku, karena ikhtiarku kucampur-campur dengan nafsu. Banyak keinginan,
kepingin bukannya aku biarkan diri hanya berikhtiar biarkan Allah yang menentukan
apakah diperbolehkan-Nya menyentuh hajar aswad atau tidak. Jadi saat aku hampir
saja menyentuhnya, tiba-tiba ada kekuatan yang sanga tkuat mendorongku
terlempar kembali ke belakang. Dan itu terjadi selama 3 kali. Akhirnya nafsuku
teredam dengan suamiku mengajakku, “udah ma, nanti masih banyak kesempatan
lagi”. Ridho suami ridho Allah, aku memilih mematuhi suamiku.
Pada saat SA’I pun begitu.
Yang sa’i masihlah fisik ini, makanya rasa lelah terasa sekali. Rasanya
kepingin cepat pulang. Padahal disaat sa’i adalah komitmenku untuk ikhtiar
maksimal terhadap apapun ujian Allah, diri ini tetap berjuang, pantang
menyerah. Makna Sa’i baru kurasakan malah saat lebaran haji setelah pulang
umrah. Kubayangkan perjuangan Siti Hajar isT nabi Ibrahim yang berjalan mencari-cari
air dari Shafa ke Marwah selama 7 kali, mencari air untuk anaknya, Ismail
kecil, sang nabi Allah. Demi mencari keridhoan Allah, Siti Hajar tidak berkeluh
kesah disaat harus bertahan hidup sendirian hanya bersama putranya, Ismail. Pencerahan
kudapatkan saat membaca buku “IsT-isT para nabi halaman 256”. Imam Al Bukhari
rahimahullah meriwayatkan dengn sanadnya dari Sa’id bin Jubair yang berkata
bahwa Ibnu Abbas ra berkata :
“Wanita yang pertama kali menggunakan ikat pinggang ialah
ibu Ismail (Hajar). Ia mengenakan ikat pinggang untuk menghilangkan jejak dari
Sarah. Ibrahim membawa Hajar dan anak yang masih disusuinya kemudian
menempatkan keduanya disana dengan meningggalkan kantong berisi kurma dan
tempat air berisi air. Setelah itu, Ibrahim pulang. Hajar membuntuti Ibrahim
dan berkata kepadanya. “Hai Ibrahim, engkau akan pergi kemana? Engkau
tinggalkan kami di lembah ini yang di dalamnya tidak ada manusia dan sesuatu
apapun? Hajar berkata seperti itu hingga beberapa kali kepada nabi Ibrahim,
namun Ibrahim tidak menoleh kepadanya.
Akhirnya, Hajar berkata kepada Ibrahim, “Apakah Allah
yang menyuruhmu berbuat seperti ini?
Ibrahim menjawab, “Ya”.
Hajar berkata, “Kalau begitu, Allah tidak akan
menelantarkan kami”.
Ibrahim terus berjalan. Ketika beliau tiba di tempat
tinggi yang tidak bisa dilihat Hajar, beliau menghadapkan wajah ke Baitullah
dan mengangkat tangan untuk berdoa dengan kalimat berikut,
Ya Tuhan
kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang
tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat
rumah Engkau yang dihormati, ya Tuhan
kami agar mereka mendirikan shalat, maka
jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezkilah
mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur. (Ibrahim : 37).
Disisi lain,
Hajar menyusui anaknya, Ismail, dan meminum air dari tempat air hingga airnya habis. Ia pun kehausan. Begitu
juga anaknya, Ismail. Hajar memandang anaknya yang mulai berguling-guling di
tanah. Ia tidak tahan melihat kondisi anaknya seperti itu. Hajar mendapati
Shafa gunung yang paling dekat dengannya, berdiri diatasnya, dan melihat ke
lembah dengan harapan melihat seseorang, namun ia tidak melihat siapa-siapa.
Hajar turun dari Shafa hingga tiba di lembah. Ia mengangkat ujung pakaiannya,
berlari seperti larinya orang yang kelelahan hingga melewati lembah tersebut,
dan tiba di Marwa. Ia berdiri di atas Gunung Marwa dan melihat-lihat orang,
namun tidak melihat siapapun. Hajar bebuat seperti itu hingga tujuh kali.
Ibnu Abbas ra berkata Rasulullah SAW bersabda,
Itulah sai manusia di antara keduanya (Shafa dan Marwa).
Ketika Hajar
naik ke atas Marwa, ia mendengar suara. Ia berkata keapda dirinya,”diamlah”.
Hajar memasang telinga dan mendengar suara lagi. Ia berkata, “Engkau telah
membunyikan suara, jika engkau mempunyai bantuan. Ternyata Hajar bertemu
malaikat di Zam-zam. Malaikat tersebut memukulkan tumit ke tanah – hingga air
terlihat. Hajar membuat kolam untuk air tersebut dan mengisi tempat minumnya
dengan air tersebut, Air tersebut tetap mengalir setelah ia mengambilnya.
Ibnu Abbas ra berkata Rasulullah SAW bersabda,
Semoga Allah merahmati ibu Ismail, jika ia membiarkan
zam-zam – atau tidak menciduknya-zam-zam tetap menjadi mata air yang mengalir”.
Hajar meminum air tersebut kemudian menyusui anaknya. Malaikat berkata kepada
Hajar, “Jangan Engkau takut, karena disini terdapat Baitullah yang kelak akan
dibangun anakmu ini dan ayahnya. Sesungguhnya Allah tidak menelantarkan
wali-wali-Nya.
Ternyata makna Sai sangatlah
dalam. Ujian seorang ibunda yang memperjuangkan hidup anaknya semata-mata
berharap Allah ridho terhadap apa yang sang ibunda lakukan. Bagaimana dengan
diri ini? Baru diuji dengan kelelahan fisik yang ga sebanding dengan Siti
Hajar, panasnya teriknya pasti ta terkira, tapi Siti Hajar tetap ridho, malah
terus semangat berjuang karena yakin bahwa Allah tidak akan menelantarkan
dirinya. Ampuni aku ya Robb, atas ketidak berjuanganku menghadapi kelelahan
ini. Berilah aku kesempatan ya Allah, untuk bisa merasakan perjuangan Siti
Hajar terhadap anaknya disaat diri ini sedang mengurus anak2ku. Semangat Siti
Hajar menginspirasiku untuk lebih berjuang dalam merawat anak2ku agar lebih
baik lagi.
Tibalah dengan ritual tahalul, dari ilmu yang kupelajari, belum
terasa bahwa sesungguhnya saat bertahalul pada hakikatnya aku bertekad membuang
pikiran-pikiran negatif, panjang angan2, syak wasangka, sehingga membuatku
selalu berhusnu zon kepada Allah. Biasa saja saat diri ini sudah menjalani
tahalul, tidak ada rasa haru. Malah jadi aku malu, kepada Allah, karena rasanya
belum pantas untuk diselamati sama teman2 karena ibadah umrah sudah selesai.
Secara ritual sudah selesai, tapi apakah makna hakikat berumrah kudapatkan?.
Diri ini bertanya-tanya dalam hati.
1, 2, 3 Mei 2007
3 hari di Makkah. Aku masih
terus mencari makna tawaf yang sebenarnya. Suatu saat, acara tausiyah di adakan
di hotel tempat kami menginap, mengundang pembicara seorang buya, buya Muchlis
namanya, asal Sulawesi yang sudah menetap di Makkah. Buya Mukhlis adalah
seorang buya yang menurutku bijak sekali. Beliau tidak mau bicara jika bukan
merasa ahlinya, padahal menurutku beliau adalah seorang dalam ilmu syariah
& hakikatnya. Pada saat kesempatan tanya jawab, diri ini tak sanggup
membendung rasa ingin bertanya kepada beliau. Aku mencurahkan isi hatiku sambil
menangis, yang gelisah karena rasa hampa ini, dimana aku belum menemukan nikmat
tawaf yang sebenarnya. Mengapa diri ini belum merasakan getaran-getaran jiwa
yang menandakan keimanan bagi seorang hamba Allah. Alhamdulillah, lewat
beliaulah, ternyata Allah memberiku petunjuk. Beliau mengatakan bahwa kuncinya
adalah sering-seringlah tawaf sunnah, nanti Allah yang akan membuka rahasianya.
Beliau juga memberi nasehat
sering-seringlah minta perlindungan kepada Allah dari godaan syetan yang
terkutu (ber-ta’awuz). Ternyata audzubillahiminasysyaithoonirrojim yang selama
ini aku bacakan, masih lipservice. Alhamdulillah, Pak Jajang, selaku pemandu +
owner dari travel Ramani, mau memandu kami untuk bisa merasakan makna tawaf
yang sebenarnya. Kami serombongan bertawaf 7 kali, merapatkan barisan, saling
menjaga satu dengan yang lain, beristighfar dengan sepenuh hati, saling
bergandengan tangan, terasa bahwa muslim memang bersaudara. Akhirnya luluh
jugalah hati kami. Siapalah yang tidak luput dari dosa. Semakin dibayangkan
begitu banyak dosa yang diperbuat, semakin terasa bahwa diri ini tidak ada
apa2nya tanpa ampunan dari Allah. Kubayangkan dosa sama ma pa ibu bapak,
maafkan aku ..anakmu ini belum banyak mengabdikan diri mengurus ma, pa, ibu dan
bapak, lalu suamiku. Ampuni aku ya Allah, karena belum bisa menjadi isT yang
baik buat suamiku, kadang masih ngeyel. Dosa dengan anak-anakku.. Maafkan mama
nak, yang berlaku tidak sepantas ibu yang baik bagi kalian. Dada ini bergemuruh
memohon agar sudilah kiranya Allah mengampuni segala dosa yang diperbuat.
Deraian air mata ga bisa ditahan, menelusup di relung kalbu. Inilah rasa
‘penuh’ yang kutunggu2. Terima kasih ya Allah, rasa hampa ini mulai terisi
dengan memohon ampunan-Mu. Pada tawaf ini, bu T tidak bisa ikutan, karena
beliau kelelahan. Tawaf tersebut menjadi pembuka tawaf penuh makna,
subhanallah, rasa lelah tidak terasa, karena kalbu ini mulai ikut bertawaf,
sehingga mengalahkan kelelahan fisikku.
Saat tawaf tersebut, aku
diberi kesempatan ikhtiar mencium hajar aswad. Ternyata Allah mengijinkanku
menciumnya. Tapi ternyata baru fisikku saja yang menyentuh hajar aswad, tapi
kalbu sepertinya belum. Karena aku tidak merasakan apa-apa, kok biasa saja,
berarti masih ada yang salah. Semua ibadah sholat wajib dan sunnah, membaca
AlQuran+terjemahannya kulakukan di masjidil haram. Pernah juga kami tidak
waspada, 1 waktu sholat di kamar, karena kesiangan. Rasanya nyeeseeeeel banget.
Klo diri ini ga waspada, mudah kecolongan oleh nafsu setan, bagaimana bisa aku
dapat bahagianya. Tips dari buya Mukhlis kupraktekkan, aku dan suamiku
sering-sering tawaf sunnah, untuk menemukan rahasia dibalik tawaf itu sendiri.
Alhamdulillah, ada suatu tawaf, yang akhirnya aku bisa menyentuh multazam.
Kudoakan kami semua doa sapu jagat, tapi sepertinya belum terasa nikmatnya
berdoa disana. Memang benar, boleh jadi aku bisa sampai ke tempat2 berdoa yang
muhtazab, tapi percuma jika kalbu ini tidak terkait dengan Allah, hanya sebatas
ritual berdoa saja.
Kadang Allah mengujiku disaat
ibadah sholat. Karena aku nafsu pengennya sholat bisa melihat ka’bah. Kapan
lagi klo ga disini, kesempatan yang sangat jarang kudapat. Beberapa kali Allah
mengijinkan, tapi setelah kesekian kalinya, aku bener-bener tidak diberi
kesempatan semuanya penuh. Akhirnya aku dapet hikmahnya, ooohhh, inilah message
dari Allah bahwa sholat itu bukan fisiknya menghadap ke kabah langsung, tapi
apakah kalbuku mata hatiku menghadap Allah, inni wajjahtu wajhiyaaa..
Sampa-sampai aku pernah dapat sholat di turunan tempa orang jalan, saat sujud
kok bau tai kuda. Subhanallah, ya Allah, ampunilah dosaku, maafkan kelalaianku.
Aku juga menyempatkan diriku
berbelalanja ke pasar Seng. Tapi apa niatnya? Kuluruskan niatku berbelanja
membeli oleh-oleh karena menyenankan handai tolan dan keluarga itu ibadah.
Saat melakukan ziarah ke
seputar Makkah, di Arafah, aku naik unta. Tapi apa niatnya? Aku ingin merasakan
apa yang Rasul rasakan, naik unta. Cuma beliau hingga berhari-hari,
berminggu-minggu menaiki unta di padang pasar yang tandus. Subhanallah, belum
sampai satu menit saja aku sudah berteriak, allahuakbar, kumenangis merasakan
pejuangan rasulullah menaiki unta, salah gerak saja bisa terjatuh. Betapa
beratnya perjuangan beliau dalam membela agama Allah, sangatlah pantas beliau
menjadi manusia paling mulia di sisi Allah.
Hari
kedua di Makkah, selepas Dhuhur kami rencana mau tawaf sunnah bareng bu T dan
keluarga yang kemarin itu belum sempat melakukannya. Saat azan berkumandang,
teman2 rombongan bergerak menuju masjid. Kami tunggu-tunggu beliau belum juga
turun dari kamar hotel. Ternyata kata suami beliau, ibu terjatuh terduduk di
kamar mandi. Kami memutuskan menunggu. Atas ijin Allah, beliau akhirnya turun
dan menyatakan kuat untuk ke masjidil haram, bahkan tanpa menggunakan kursi
roda. Jadi kami tuntun beliau berjalan kki. Selesai sholat benar saja, betapa
kekuatan kalbu mengalahkan kekuatan fisik kita. Ibu T sangat menikmati ibadah
tawaf tersebut. Bahkan saat kami menggiringnya mendekati ka’bah, pecahlah isak
tangis ibu T, beliau bermunajat kepaa Allah. Subhanallah, aku yang menemani
sangat terinduksi dengan beliau. Saat tawaf tersebut, kubayangkan dosa-dosaku
satu persatu kepada orang lain. Aku mohon ampun kepada Allah, merasakan
keridhoan Allah nikmatnya subhanallah. Seperti yang ada di surat Al Baqarah :
38, “…Kemudian jika
datang petunjuk-Ku kepadamu, maka barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku,
niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan tidak mereka bersedih hati".
Boleh jadi aku berhabluminallah
tapi + berhabluminannas, benar-benar kurasakan nikmatnya beribadah lebih dalam
lagi. Kusimulaskan diriku mengurus ibuku yang sudah renta, mampukah aku
membalas segala kasih sayangnya? Tak akan pernah terbalaskan. Mama, aku tak
akan jemu berdoa memohon segala kebaikan untukmu.
Tawaf tersebut adalah perpisahan
buat kami dan keluarga bu T, karena ternyata rasa sakit makin menjalar setelah
beliau jatuh dari kamar mandi itu, yang akhirnya diputuskan beliau dan keluarga
pulang lebih awal. We’re missing you, bu T, my
mommy..yang ceria, gaul, suka cerita. Semoga Allah selalu memberkahi kehidupan
ibu. Dan subhanallah, sesampai di Jakarta
mereka bertiga langsung daftar haji untuk tahun 2007. Allahuakbar.
4 Mei 2007
Hari
terakhir kami di Makkah. Kami ingin melakukan tawaf perpisahan, tawaf pamitan
kepada Pemilik Rumah, Maha Raja, Allah SWT. Sebelumnya kami berdoa kepada
Allah, semoga tawaf inilah yang paling berkesan dalam hidup kami, membawa
hikmah kehidupan. Subhanallah, tawaf ini adalah unforgetable spiritual moment
in my life. Disaat kalbu ini hanya ingat Allah saja, fisik menjejakkan kaki di
bumi berikhtiar maksimal, lelah fisik terkalahkan. Tidak terasa, tawaf terasa ringan, menikmati rasanya
bermunajat kepada Allah. Benar-benar terasa, “Ingat Allah, hatimu akan
tentram”. Tak lupa kuselalu berdoa untuk kebahagiaan dunia akhirat. Setiap
putaran kulalui dengan rasa getaran-getaran menyelimuti kalbu.
Di penghujung putaran ke 7,
aku memohon ijin suamiku untuk ikhtiar terakhir kali mencium hajar aswad.
Suamiku meridhoiku. Sepulangnya umrah, saat di rumah mama di karawaci, kutanya
sama mas Ahmad, ”Waktu mau berikhtiar hajar aswad, mas ngijinin aku, kenapa
mas.”. Kata mas Ahmad, “Iya. Di dalam hati aku berdoa, Ya Allah, dia adalah
milikMu, kuikhlaskan dia untuk mendekatkan diri kepadaMu”. Bener ya, jika
sesuatu dikerjakan dengan ridho suami yang sesuai dengan ajaran-Nya, ibaratnya
surat keterangan kerja yang sudah ditandatangani yang berkompeten. Tanpa ridho
suami, ibaratnya surat tanpa tandatangan, ya ga berlaku di mata Allah.
Sepanjang berikhtiar Hajar
Aswad, kubiarkan Allah saja yang mengatur-ku karena Dialah Sang Maha Pengatur. Laa ilaaha illallah muhammadarrasulullah, kuteriakkan
dalam hati memohon kekuatan kepada-Nya. Tak terasa, di ini terus berjalan
mendekati, sampai di belakangku ternyata ada pria berpakaian ihram menganT di
belakangku, ‘nempel’..aku bermunajat kepada Allah, “Ya Allah, inilah
kehormatanku. Akan kupertahankan”. Tanpa nafsu amarah, kusodorkan sikutku ke
belakang sehingga dia tidak bisa lagi ‘nempel’ di belakangku. Subhanallah,
tanpa marah, orang itu sudah ada porsinya sendiri. Dia dipukul sama askar
ditarik dari anTan karena nganTnya di jalur perempuan. Kubiarkan diri ini
hanyut dengan berharap keridhoan-Nya sambil melantunkan Laa ilaaha illallah muhammadarrasulullah dengan rasa yang mendalam.
Semakin dekat, semakin dekat, kubiarkan seorang wanita yang ingin lebih dulu
menyentuhnya walau sesungguhnya giliran aku, ora po po, karena habluminannas
lah yang menolong habluminallah ku. Setelah selesai, kubiarkan dia keluar
barisan dulu, dan subhanallah tibalah giliranku. Tiba-tiba terbayang olehku
saat Rasulullah berhasil mendamaikan suku2 Quraisy yang berselisih mengenai
peletakan Hajar Aswad. Kubayangkan kehebatan rasulullah mengarahkan suku-suku
Quraisy untuk bersinergi, bertukar pikiran dulu mencari penyelesaian yang
saling ikhlas. Solusi yang ditawarkan Muhammad yang waktu itu belum menjadi
Rasulullah tapi digelari Al Amiin (yang dapat dipercaya) karena kharismanya,
kubayangkan Rasulullah mengangkat Hajar Aswad ke atas kain, lalu diangkat
bersama-sama oleh para perwakilan suku, sehingga akhirnya suku2 Quraisy tidak jadi berperang, subhanallah. Tanpa
terasa, HAJAR ASWAD sudah sampai di depan mata. Langsung kucium 3 kali, setelah
itu, kubermunajat lagi kepada Allah. Ya Allah, masih banyak orang lain, yang
ingin menyentuh Hajar Aswad ini. Jadi kusudahi ibadahku itu, rasanya nikmat
bahagianya, ta’ terperi. Subhanallah, alhamdulillah, walaa ilaaha ilallah,
allahuakbar. Tak akan bisa dibayar dengan apapun juga. Boleh jadi diri ini
dapat menyentuh Hajar Aswad, namun ternyata kenikmatan beribadah bisa kuperoleh
jika kalbuk ikut merasakan sentuhannya. Dari kesempatan berikhtiar menuju hajar
aswad bukannya kebetulan, Allah memberiku kesempatan 3 kali. Yang pertama, aku
sungguh-sungguh gagal, karena nafsu untuk kesana. Yang kedua, aku akhirnya
diberi kesempatan menyentuhnya, tapi kok kalbu ini biasa saja ya, seperti tidak
mendapatkan sentuhan-Nya. Yang ketiga, saat diri ini tidak ada keinginan
apa-apa, selain keridhoan Allah, barulah saat kusentuh Hajar Aswad itu, bisa
terasa sentuhan-Nya, merasakan rahmat-Nya subhanallah, betapa bahagianya diri
ini. Kebahagiaan memang tidak bisa diukur dengan materi, kebahagiaan itu memang
anugerah dari Allah buat orang-orang yang bisa selalu mengingatNya disaat
duduk, berdiri dan berbaring. Dengan suasana dekat dengan orbit takwa, diri ini
lebih mudah terkondisi, namun bagaimana jika sesampainya di Indonesia, itulah
yang paling penting, peningkatan takwa setelah bulang dari tanah suci.
Kemudian, diri ini sholat di hadapan multajam. Kupanjatkan doa pada-Mu ya
Allah, betapa getarannya, tak terkatakan. Selama tawaf kumemohon doa kepada
Allah, “Ya Allah, bimbinglah aku agar selalu mengingatMu.”
Tapi ternyata aku masih ada
yang diluar koridor-Ny. Saat aku memilih jilbab dan busana yang beda dari
kebanyakan, ternyata Allah mengujiku. Aku dan suamiku janjian untuk ketemu di
pintu 76 klo ga salah. Setelah tawaf aku berjalan keluar masjid. Di perjalanan
beberapa kali aku dicolek pria yang sama. Aku sampai was-was karena dia
mengikutiku terus. Sampai di pintu tersebut, akupun belum ketemu dengan
suamiku. Aku mohon ampunan Allah, beristighfar kepada Allah. Akhirnya Allah
mempertemukan aku dengan suamiku, ternyata posisi mas Ahmad cuma beberapa
langkah dari diriku. Hikmah yang kudapat, bagaimana aku mau kembali fitrah,
kalo aku belum ikhlas meninggalkan sifat ’merakku’ yang pengen tampil beda”.
Ba’da zhuhur kami berangkat ke Jeddah. Memang terasa, hikmah kehidupan memang
tersebar dimana-mana, lewat hikmah inilah diri ini bisa merasakan kebahagiaan..
Sampai di Jeddah, kami menginap di Hotel Holiday Inn. Subhanallah, betapa
rahman Allah. Saat di Makkah Madinah hotel tempat menginap kami hanya 5 menit
ke Masjidil Haram dan Masjid Nabawi, meskipun kamar dan fasilitas seadanya,
itulah cara Allah agar kami lebih sering ke Masjid, ga berleha-leha ngendon di
hotel. Namun saat di Jeddah, suasana hotel dibuat sesantai mungkin, dengan
fasilitas yang cukup bagus. Tapi itulah dunia, kenikmatan dunia sesaat, tapi
kenikmatan bermunajat kepada Allah subhanallah. Semoga saat di Jeddah itu
bernilai ibadah, karena ujian kesenangan kadang lebih mudah membuat diri ini
lalai mengingat Allah. Semoga Allah memberi kekuatan dalam menjalaninya amiin.
5 Mei 2007
Tiba waktunya kami pulang.
Banyak pembelajaran yang kami dapat, tapi ta’ terkatakan dalam tulisan
sekalipun. Saat mengantri kamar mandi, kupersilahkan orang lain duluan. Berbuat
baik untukku karena Allah, kutawarkan tisue basah tapi ternyata ada juga orang
yang melihat aku aneh. Kusungging senyuman karena tersenyum itu sedekah. Tapi
apapun tanggapan orang lain, semoga Allah meridhoi ikhtiarku di jalanNya.
Kucatat semua alamat teman umrahku, untuk kubukukan dan kushare nantinya,
karena Allah mencintai hamba-nya yang menguatkan tali silaturahim. Namun
selipan-selipan nafsu kadang menjalar, hanya dengan mengakui kesalahan kepada
Allah, aku bisa kembali kepada koridor-Nya.
Jika kurenungi perjalanan
umrah ini, masih ada 3 ritual haji yang belum kulalui, insya Allah jika Allah
meridhoi kami berdua bersama mama tersayang. Semoga ilmu yang sudah kuketahui
bisa dirasakan, di dalam kalbu ini. Apakah di saat Mabit menginap beralaskan bumi beratapkan langit, aku bisa
merasakan komitmen untuk hidup apa adanya sesuai dengan kemampuanku. Melempar jumrah, yang pada hakikatnya
aku berikrar untuk membuang sifat-sifat burukku yang masih bercokol di kalbu
ini. Dan paling ultimate, adalah wukuf,
puncak perjuangan haji, di padang Arafah merenungi diri, merasakan jati diri
seorang hamba Allah yang sebenar2nya.
Seperti yang ada di surat Al
Araf : 179, Dan
sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan
manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami
(ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya
untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga
(tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu
sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah
orang-orang yang lalai.
Dan di
surat Ali Imran 191, (yaitu) orang-orang
yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan
mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya
Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau,
maka peliharalah kami dari siksa neraka.
Kuberharap, semoga dengan
perjalanan umrahku, adalah try out bagiku untuk berhaji, semoga Allah meridhoi.
Dan dapat menjadi hikmah sehingga aku bisa menjalankan 7 komitmen sebagai
manusia fitrah (ihram, tawaf, sai,
tahalul, mabit, lempar jumrah dan wukuf), sebelum waktunya aku bisa
’diwisuda’ di Padang Arafah yang sebenar-benarnya, jika memang ajal belum
menjemput.
Sebelum menjalani perjalanan
pulang, saat pesawat transit di Riyadh, tiba-tiba mesin pesawat mati, lampupun
mati seketika, suasana gelap gulita, untung belum take off,. Tapi itulah
pertama kalinya aku tidak takut mati, ternyata inilah buah jika diri ini sudah
zero, tidak ada keinginan selain berharap keridhoan Allah semata. Terima
kasih ya Allah, atas pemberian rasa bahagia di dada. Seperti
saat berangkat umrah, kami berdua dipisahkan lagi tempat duduknya,
bersebrangan. Alhamdulillah aku ikhlas diatur Allah, bahkan aku jadi lebih
dekat dengan sesama rombongan umrah. Subhanallah, ketetapan-Nya memang baik untuk-Ku.
Aku pun bisa menonton film Abu Turep, pas di depan layar besarnya, kisah nyata
seorang hamba Allah, yang begitu taat-Nya kepada Allah.
6 Mei 2007
Tibalah di tanah air. Semoga
perjalanan ini, berbuah hikmah yang ujung2nya membuatku lebih taat kepada
Allah, merubah paradigmaku yang masih banyak salah, dan mulai mempraktekkan
bekal-bekal hikmah yang kudapat dari tanah haram ke dalam kehidupan nyataku
disini. Semoga Allah meridhoi. Selamat datang ujian, selamat datang peluang
amal sholeh. Selamat datang ujian untuk memgitrahkan diriku di hadapan-Nya.
Ujian datang, dengan diawali dengan 3D+suamiku muntaber, bahkan Nano &
Dimas sampai dirawat di Medical Duri. Subhanallah, inilah cara Allah membalas
doaku agar aku lebih sering mengingat-Nya, menangis memohon kekuatan kepada
Allah.
1,5 tahun sudah berlalu,
namun nuansa kalbu ini memang perlu dijaga. Ya Allah, aku begitu merindukan
nikmatnya bermunajat kepadaMu disaat aku duduk, berdiri dan berbaring, disaat
aku mampu menjadi seorang Abdi untuk-Mu, disaat aku merasa tidak takut untuk
mati. Bimbinglah aku ya Allah, dengan segala keterbatasanku untuk bisa
merasakannya kembali dimanapun aku berada, amiin ya robbal alamiin.
Wallahu alam bissawab. Maha
suci Engkau yang Allah, dengan segala kebesaran dan tahmid, aku bersaksi dan
mengakui bahwa tiada ilah yang berhak disembah selain Engkau, dan aku mohon
ampun dan bertaubat padaMu atas segala kesalahan. Amiin.
*****************************************************************************************************************
Salam cinta dari kami
Wassalamualaikum wr wb
0 komentar:
Posting Komentar