Assalamualaikum wr. Wb.
Pak Ikhsan yang dirahmati Allah,
Aku adalah seorang ibu dari 3 orang
anak berusia 5,5 tahun dan kembar perempuan laki-laki berusia 2,7 tahun.
1 minggu lebih telah berlalu sejak
saya dan suami mengikuti APS (Auladi Parenting School) di Duri Riau.
Saya sangat bersyukur kepada Allah
SWT yang telah memberi kesempatan kepada saya mengikuti APS ini, ternyata APS
ini adalah jawaban dari munajat saya kepada Allah. Saya sudah mengetahui
kelemahan2 saya di dalam menjalani pengasuhan anak, tapi selama ini saya tidak
tahu bagaimana ikhtiar saya selanjutnya.
Saat saya menerima informasi APS by
email, hati saya langsung tergerak untuk mengikutinya, begitu juga dengan suami
saya. Kami berdua merasa perlu untuk mengikuti APS ini, apapun kemasannya, kami
tidak perduli…kemantapan hati kami semoga menjadi pertanda bahwa inilah
petunjuk dari Allah menuju jalan yang diridhoi-Nya..amiin. Subhanallah,
Allah memang memberikan ‘lebih dari yang kubayangkan’ dari APS ini. Selama 2
hari saya menjalani APS ibaratnya seperti saya menonton film dosa-dosa saya
sama anak selama ini. Tetes-tetes air mata tak terbendung dari awal acara
hingga akhir acara. Begitu banyak kesalahan yang saya perbuat, tapi terlewati
begitu saja tanpa hikmah yang saya dapat..tapi dengan APS ini, saya menemukan
hikmah dan solusinya.
Selama ini, aku sudah berbangga
hati, karena sudah tidak ‘ingin lagi’ bekerja menjadi seorang pegawai
fulltimer. Dulu, dengan jenjang pendidikan S2 dan nilai akademis yang saya
raih, membuat ‘alam bawah sadar’ saya tertanam bahwa Yang hebat itu yang wanita
karir. Sampai-sampai saya minder, kalo ketemu teman-teman dulu seperkuliahan,
yang bekerja dengan penampilan modis dan wangi, sedang saya menjadi ibu
rumahtangga, saya merasa terpuruk mengikuti suami di Duri. Di alam bawah sadar
saya tertanam bahwa ibu rumah tangga itu rendahan dan buat apa capek-capek
sekolah klo Cuma jadi Ibu rumah tangga. Suami dan anak sulung saya sering jadi
sasaran ketidaknyamanan saya di Duri.
Memang benar, seperti APS
share-kan, bahwa energy negative ibu membuat anakku terinduksi negative pula. Dengan setengah hati aku urus anakku, aku anggap anak itu
hanya perlu diberi makanan jasmani, masalah stimulasi gimana nanti.. malah yang
kuberikan adalah energy negative dengan melakukan pemaksaan untuk tidur siang,
pemaksaan untuk nurut…yang kadang jika kesabaran habis, sampai kepada membentak
dan mencubit meskipun jarang, tapi ternyata bayangan saat kulakukan itu terus
membekas di kalbu, dan tanpa sadar aku sudah memiskinkan jiwanya.
Alhamdulillah, Allah masih mau mencurahkan nur hidayah-Nya, seiring dengan aku
menggunakan jilbab, dan mulai mau mentadaburi Al-Quran, saya mulai merasa
‘nyaman’ menjadi seorang ibu rumah tangga. Ibaratnya, lapis ego pertama, yaitu
terpuruk tinggal di kota Duri mulai pupus. Aku mulai mampu menjauhkan diri dari
kontak fisik, dan mulai ada pengendalian nafsu amarah. Ternyata rasa ‘nyaman’
yang saya rasakan itu semu. Ada lapisan ego berikutnya yang belum terkikis,
yaitu ogah-ogahan mendampingi anak selama beraktivitas di rumah.
Yang membuat saya sangat bersyukur, ternyata di APS ini,
hati saya tergugah bahwa menjadi ibu
rumahtangga tanpa bekerja bukanlah berarti kita ini dekat dgn anak, karena
begitu banyak ibu rumahtangga yg hanya bersama anaknya di rumah, tp tdk
‘mengajak anaknya berbicara, tdk mendampingi anaknya, melakukan aktivitas
sendiri2”. ITULAH DIRI SAYA. Durasi waktu saya bersama anak tidak bisa bertahan
lama, dan biasanya anak2 suka saya alihkan ke ‘mbak2’nya di rumah. Saya tahu
itu salah, tapi saya merasa belum mampu bertahan lama dalam menghandle anak2.
Saya lebih bertahan lama dengan aktivitas saya di depan computer atau diluar
rumah melalui kegiatan-kegiatan social keagamaan.
Alhamdulillah, setelah mengikuti
APS ini, saya mengibaratkan di hati saya ada batu karang EGO saya yang sudah
mengeras bertahun-tahun, mulai melumer perlahan-lahan. Yang membuat saya
menangis, saat di APS, disajikan kemampuan anak dengan stimulasi dan tanpa
stimulasi. Betapa sel-sel saraf yang muncul baru terikat simpul satu dengan
yang lain dengan stimulasi dari orangtuanya secara konsisten. Apalagi ternyata
selama ini yang saya lakukan menyampaikan informasi dengan nada suruhan (energy
negative), menggurui, tanpa membuat anak berfikir dan berbicara apa
dirasakannya. Menstimulasi pun benar-benar seadanya.
Ada lagi yang membuat saya
tercerahkan adalah makna pembelajaran itu sendiri. Di alam bawah sadar saya
belajar itu artinya serius, akademik, duduk di meja, dan anak focus ke
pelajaran, ternyata belajar itu bisa dimana saja..tidak hanya belajar akademis
tapi juga belajar memahami kehidupan sampai membangun sikap mental positif.
Dulu saya mengharuskan anak belajar, bukan membuat anak suka belajar. Saat saya
praktekkan, saat anak sedang menjelajah kamar pribadi saya dan suami, meja rias
di acakadut, dulu saya langsung bilang ‘baweeeeel’ ama anak2… tapi ternyata ada
hal positif yang mereka lakukan adalah sedang ‘belajar’ mengeksplor hal-hal
yang baru buat mereka. Saat sedang main-main air, ternyata mereka sedang
‘belajar mengeksplor’ sensasi dari air. Dari modul demi modul yang diajarkan,
APS benar-benar membantu saya.
· PRASANGKA BAIK. Di
APS, saya mulai mengerti kenapa kita itu harus prasangka baik dulu sama anak, karena anak itu
fitrah, fitrahnya anak memang untuk menguji saya, tapi yang saya lakukan
seringnya menghakimi. Apalagi si sulung,
seringnya saya salahkan jika bertengkar dengan adik2nya tanpa mengajaknya
berdialog, begitu mudahnya menjudgement dia. Tapi subhanallah, sejak APS, saya
berusaha untuk ‘menghargai dia dulu’… “ooohhh, kamu
marah ya Nak sama adik…iya ma, adik ngganggu aku..mainanku diambil”.. tapi coba
dech, klo kita ngobrol, kira-kira klo dipukul sakit ngga ya? sakit.. klo sakit
adik sedih ga dipukul? Sedih… Kamu sayang ga sama adik?... klo sayang… ayoo’
kita maaf… Adik juga....kira-kira mas suka ga ga klo mainannya di ambil?.suka
atau ga suka?...Adik sukanya melihat mas suka atau ga suka? Suka… nah..itu
artinya adik sebenarnya sayang ama mas.. Klo sayang..ayoo kita maaf-maafan…
saat mereka mau, aku puji dia dengan “Alhamdulillah, ya Allah..Terima kasih ya
Allah… Engkau telah memberiku anak-anak yang sholeh”… Very good, good job..masya Allah.. Klo dulu, saya itu pelit sekali ama pujian sama
anak. Ternyata imbas nya subhanallah, energy positif yang kami tebarkan,
membuat anak nyaman bersama saya, dan mereka mulai terlihat makin ‘kritis’
karena pola asuh orangtuanya yang mulai membuat mereka rileks. Sayapun mulai
perlahan-lahan bisa bertahan lama bersama anak. Alhamdulillah. Saya belajar
untuk mencari karakter positif anak. Ga mungkin anak itu ga ada karakter
positifnya. Di hari pertama APS, yang saya lakukan mengamati apa ya karakter
positif anak2 saya. Terima kasih ya Allah, akhirnya aku makin banyak
menemukannya. Si sulung, ternyata anak yang gampang minta maaf, yang kedua klo
disuruh nurut, yang ketiga senang beberes. Semakin digali, semakin banyak,
Allahuakbar..terima kasih ya Allah. Selama ini aku terhijab oleh kelemahan2
anak2ku, sehingga kadang membuatku senewe.
· MEAN OF LEARNING..Arti
belajar ini..membuat saya lebih rileks dalam mengajarin anak. Sekarang
dimana-mana ternyata saya bisa ‘belajar’ sama anak-anak, ternyata momen2
anak-anak bertanya, adalah momen2 belajar yang sayang jika terlewati, yang
sayang jika saya abaikan. Subhanallah. Kadang anak sulungku suka bosen bermain
sempoa, tapi sekarang momen ‘sempoa’ yang dia suka “di dalam perjalanan mobil,
pakai papan jalan, dia dengan asyiknya bisa main sempoa, malah minta nambah
soal lagi”… Saat anak-anakku yang lagi ngebelataknya muncul, saya langsung
terngiang, “subhanallah, ternyata disaat itulah mereka sedang belajar”… Cuma
setelah tenang, mereka saya arahkan sambil mengajak berfikir.
· KONSISTENSI. Dulu
saya sering melabel diri saya inkonsistensi. Ternyata hal ini membuat
pembenaran dalam diri saya untuk membuat anak ikut2an ga tertib dalam menjalani
peraturan di rumah. Saya amazing juga, kenapa tiba2 saya bisa termotivasi untuk
lebih berjuang. Ternyata Alhamdulillah, mulai terasa dampaknya. Saat saya
menerapkan main game 1 jam sehari, saat si sulung minta lagi “ma boleh main
game…dengan tersenyum selebar-lebarnya, saya berkata “ kan udah”… boleh lah ma
main game 1 jam lagi aja? boleh..tapi untuk besok lagi ya… full smile ternyata
membuat anak lebih nyaman walau ‘permintaannya ditolak’. Saat menjawab
Tidak..pun..senyuuum terus mengembang.
· KARUNIA KIBLAT, KARUNIA PENDENGAR & KARUNIA SHAFFAAT. Selama ini saya seringnya yang teringat selalu sama
anak2, saat tiba-tiba mereka berbuat ‘heboh’, adalah keburukan2nya. Wajar,
kadang jadinya sewot saat anak2 berperilaku menyebalkan. Tapi subhanallah,
disaat anak nyebelin, yang saya lakukan berusaha ‘menghargai’ dulu, baru
dicegah. Saya yang suka melabel diri saya sebagai bad listener, jadi
termotivasi untuk mendengarkan anak saya bercerita, merasakan apa yang ada di
dalam jiwanya, bukannya menyalah-nyalahkannya. Hari ini saya benar-benar
praktek. (notes : klo dulu..klo anak nangis cengeng, saya langsung reflek
ngomong ihhh..malu ihhh..cengeng…makanya lain kali blablabla..pusing kali ya
anakku ngedengerin mamanya yang bawel dan ga pengertian). “Tiba-tiba sampai di rumah, yang biasanya si sulung
tersenyum gembira disambut mamanya, tapi kali ini dia pulang dengan wajah
unhappy. Bulir-bulir air mata mau keluar, Dimas kenapa, “tempat minumku
ketinggalan, ma”. (hehehe..wajar
dia nangis, itu tempat minum baru dibeliin eyangnya). Oohh..ketinggalan..yuuukkk..ngobrol dulu sama mama. Kami
duduk bersama. Iya ma, ketinggalan di sekolah. Oohh..jadi ketinggalan ya..
Dimas sedih? Iya ma..sedih..(wajahnya
itu lho, terlihat sedih sekali, saya ga tega klo mau ngelobi agar bisa ditunda
esok hari..bisa “mutung”nya panjang…aku paham karakter si sulung ini) mau mama temenin nak, ke sekolah? Iya ma..mau… akhirnya
kami semua kembali ke sekolahan si sulung..alhamdulillah hati ini ikhlas
melakukannya. Adik-adiknya pun turut serta. Saat tiba di sekolah, langsung ke
ruang kelas.., “tadi..Dimas taruuh di mana”..disitu..kok ga ada. Wajah sedihnya
membuat hati sang mama yang banyak salah ini jadi terenyuh. (Tempat minum yang dicari ga ada, bu guru wali kelasnya
sudah tidak ada ditempat, ruang gurupun sudah terkunci..kata bu guru yang
lain yang masih di sekolah ada kemungkinan disimpan sama wali kelasnya atau
terbawa sama temannya.) Jadi
Dimas maunya gimana? Telpon bu guru donk ma… aku mau ngomong. Maaf nak, hp mama
ketinggalan. Klo nanti dari rumah kita telpon boleh ga? Kunci ruang guru dimana
ma? Juga ga ada…bu guru kan lagi rapat. Gimana donk..kita telpon dari rumah
gimana nak? Ga lama kok..nanti mama telpon bu guru.. Adik2 kasian nunggu di
mobil. Akhirnya, Dimas dengan wajah yang masih agak sedih mau pulang dengan
tangan hampa. Saat dijalan, setelah Dimas tenang, sang mama bertanya
“Dimas…yuukkk ngobrol ama mama, mau. Dimas sedih ya kehilangan tempat minum?
Iya ma..sedih.. jadi menurut Dimas, enakkan mana..kehilangan barang atau ga
kehilangan barang? Enakkan ga kehilangan barang… jadi.. sbaiknya apa yang
dilakukan supaya ga kehilangan barang? (Dimas terdiam..tenang kembali) akhirnya
mama nya nyaut “ artinya..sebelum bubar sekolah, barang2 yang dibawa di tas
Dimas dicek-cek lagi ya…”…semoga terdiamnya dia..artinya si sulung sedang
‘mengembangkan otak cortex nya ..otak berfikir’.
Subhanallah…
betapa nikmatnya kucicipi dialog demi dialog bersama anakku, titipan terbaik
dari Allah… Dulu mana pernah aku merasakan seperti ini. Ternyata benar ada aksi
ada reaksi. Selama ini aku hobinya merangsang otak reptile anakku, anak jadi
beku mikirnya..semuanya doktrin, harus..jangan..makanya..panas kuping..otak
berfikir ga berkembang..malah membuat ratusan ribu sel saraf otaknya putus.
Semoga Allah mengampuni dosaku selama ini.
Begitulah pengalamanku selama 1
minggu ini pak Ikhsan…Makin terasa, bahwa memang anak itu banyak memberi
daripada menerima… lewat anak bisa mendapatkan ‘surga sbelum surga’. Saya
sadar pak, bahwa puluhan tahun bermain dengan otak reptile, tidaklah mudah seperti
semudah membalikkan telapak tangan. Kadang karena sang mama puluhan tahun lbh
banyak ‘di otak reptilenya’, saya kehilangan kata-kata untuk ‘berbicara’
sama anak…. Apalagi kalo pas anak sedang ‘menguji’, istighfar dulu (jk masih
emosi)…memohon kekuatan dari Allah.. baru bisa mengutarakan lagi…Hikmah yang
saya dapat, ternyata mengajak anak berfikir menuju jalan yang diridhoi Allah
membutuhkan kejernihan hati dari orangtuanya.
Tapi, lewat curhat ini, semoga
bisa menambah pembenaman dalam diri saya. Subhanallah, saya sering merinding2
pak, karena pengaruh energy positif yang kami tebarkan kepada anak2 .. kamipun
menjadi rileks, membuat mereka lebih ‘kritis’, lebih ceria, dan tambah sayang
sama orangtuanya. Segala pujian kami kepada mereka, kami lemparkan lagi ke
Allah, saat mereka berbuat kebaikan sedikit, kami mengucapkan rasa syukur di
depan mereka. Saat anakku, menepati janjinya main game Cuma 1 jam, aku langsung
berdoa, “Terima kasih ya Allah..Kau anugerahkan pada kami anak
sholeh yang mau menepati janjinya..terima kasih ya Allah”… anakku terlihat senangg sekali mendengar untaian rasa
syukur itu. Bahkan beberapa saat kemudian, dia berkata “ma.. tadi aku hebat ya.. bisa menepati janji”. Seperti
di APS share-kan, jika berulang-ulang, maka akan terekam di kepalanya bahwa aku
butuh melakukan kebaikan. Tapi biar
dia ga geer, kubilang..semua itu bisa terjadi atas campur tangan Allah Nak…
makanya kita selalu mengucapkan.. Alhamdulillah.. Segala puji hanya milik… (apa
nak).. Allah…
Terima kasih ya Allah..Engkau
masih MEMBERI KAMI KESEMPATAN MEMPERBAIKI DIRI..
YA ALLAH, IJINKANLAH HAMBA MU YG DHOIF INI...MEMPRAKTEKKAN ILMU YG SUBHANALLAH
INI BERHARAP ENGKAU RIDHO TERHADAP APA YG AKU LAKUKAN...
YA ALLAH..TANPA BIMBINGAN-MU.. ujian anak ini serasa berat..
hanya DENGAN BIMBINGAN-MU YA ALLAH.. aku mampu bangkit lagi..berusaha menjadi
ibu yg sdkt lebih baik semata2 berharap ridho-Mu ya Allah.
Ya Allah..begitu banyak dosa yg telah kuberbuat terhadap anakku. apakah engkau
sudi mengampuni aku ya Allah?
Ya Allah... bantulah aku utk lebih serius dlm fokus mendidik anak2ku… focus
tidak terpecah-pecah oleh perhatian2 yang lain.
Ya Allah…aku sadar..bahwa ujian
‘anak’ ini adalah satu dari banyak ujian yang lain…. Kuatkanlah punggungku
dalam menghadapi semua ujian-Mu ya Allah.. bantulah kami untuk mencari solusi
terbaik yang Engkau ridhoi..bantulah kami untuk lebih memprioritaskan sesuatu
yang membuatku lebih taat kepada-Mu sebagai seorang benteng
rumahtangga…memprioritaskan keluarga.
Ya Allah..tunjukanlah mana lagi
kelemahan2ku..lbh baik sekarang..drpd saat ajal menjemput aku tak mampu lagi
merubah diriku ini ya Allah..
Ya Allah... selama ini aku telah menyia2kan anugrah terindah dari-Mu ya
Allah... ampunilah dosaku berilah aku petunjuk jalan-Mu yang lurus..yg Engkau
ridhoi..dan bukan Jalan yng Engkau murkai..dan bukan pula jalan orang yg
sesat..
Ya Allah…bimbinglah kami ya Allah… pandulah kami ya Allah…dengan setetes
kemampuan kami ini ya Allah.. dalam mendidik anak2 kami agar menjadi penyejuk
mata dan hati dan pemimpin orang-orang yang bertakwa. .tunjukilah kami jalan
dalam menggapai-Nya ya Allah.. hamba-Mu ini hanya mampu berikhtiar, namun
selebihnya kuserahkan hasilnya kepada-Mu ya Allah.
AMiin ya robbal alamiin..
Dari hati sanubari yang paling
dalam, saya hanya bisa mengucapkan ‘jazakallahu khairon katsiiroon”…Begitu
banyak hal yang menggugah saya lewat APS ini ta’ terkatakan. Sampai sekarang,
jika share dengan teman2.. saya ga berhenti merinding bergetar hati saya..
Dan ternyata, pak.. praktek dari APS ini tidak hanya bisa saya terapkan
kepada anak, tapi juga kepada suami, asisten (mbak di rumah), teman..dll..dan
efeknya subhanallah. Mohon maaf lahir batin jika ada yang tidak berkenan.
Semoga Allah melipatgandakan
kebaikan bapak kepada kami semua..
Semoga Allah selalu melimpahkan
hidayah dan taufik-Nya kepada kita semua..amiiiin…
Salam persaudaraan dari kami di Duri..
Wassalamualaikum wr. Wb.
Eva Y. Dewantoro