Siapa sich yang ga kenal sama Raysha. Seorang aktivis kampus di kampus
Institut Teknologi ternama di Bandung. Ia terkenal sebagai sosok yang
cerdas, supel, ceria super cuek rada tomboi dengan penampilan seadanya.
Hobinya ngejins plus kaos oblong. Rambutnya di bob,bulu matanya lentik,
alisnya tebal menambah manis raut wajahnya yang natural itu dengan
tubuh tinggi semampai. Namun, karena itulah ia mempunyai banyak secret
admirer alias pengagum rahasia. Semuanya pada takut menyatakan cinta
padanya, karena super cueknya itu, takut ditolak dot com, hehehe.
Lagipula semua tahu ia mempunyai pengalaman traumatik karena ibunda
tercinta ditinggal kawin sama sang ayahanda. "Raysha, kamu sudah
mengerjakan tugas Kalkulus 3 dari pak Martono?" Tanya Rahmat, teman
seangkatannya yang ngefans sama Raysha. "Sudah, kamu udah belum?"Tanya
Raysha kembali. "Belum nich, aku boleh pinjem ga tugas kamu?". "Boleh
dong, sebentar ya"ujar Raysha sambil merogoh kertas tugasnya dari dalam
tas ranselnya yang mulai blutuk itu.
Raysha sosok yang suka
menolong, dia senang sekali berbagi. Namun satu hal, ia trauma pada
lelaki, ia tidak mempunyai figur seorang ayah, bagi nya, semua lelaki
itu sama, maunya menyakiti wanita. Rahmat beberapa kali pdkt (pendekatan
red..) sama Raysha, tapi diabaikan begitu saja.
Sambil mencatat
tugas, Rahmat mengajak Raysha bicara, "Rasyha, kamu sekarang ikutan
pengajian sama ustadz Khairuddin di Masjid An Nur ya?". "Iya, kok tau
sich?" "Tumben, kamu mau ikutan?"Tanya Rahmat. "Jujur, selama hidupku,
aku sepertinya kelihatan ceria terus, padahal di hatiku, hampa. Ga enak
sekali rasanya. Aku juga mau menghilangkan traumaku sama cowok.
Bayanganku terhadap ayahku membuat aku jadi tidak mau membangun hubungan
sama cowok manapun. Menurut teman-teman yang lain, pengajian disana
seperti bengkel hati. Bersyukur deh, Zahra mengajak aku. subhanallah,
baru sebentar aja aku sudah merasa lebih tenang, kehampaan diri
berkurang". "Wah, kok kamu sekarang ngomongnya berubah sih, pake
subhanallah"tanya Rahmat. "Iya nich, ga tau ya, mudah-mudahan untuk
seterusnya". "Amiin, aku doakan semoga kamu semakin dapat apa yang kamu
inginkan" makasih ya Rahmat. Jazakallahu khairan katsiira. Hehehe, baru
dapat ucapan alternatif pengganti terima kasih. Artinya semoga Allah
membalas kebaikanmu dengan kebaikan yang lebih banyak lagi, kira-kira
gitu makna harfiahnya, maklum murid baru, qiqiqi, jadi malu"sambil
menutupi wajahnya yang memerah, takut sotoy bener.
Tiba-tiba
Zahra datang menghampiri Raysha dan Rahmat. Zahra adalah salah satu
aktivis dakwah di kampus, ia sahabat Raysha. Jilbab yang digunakannya
syar'i dan modis, menyenangkan deh saat melihat penampilan cewek cantik
satu ini. Setelah 3 tahun kuliah, barulah Zahra dapat mengajak Raysha ke
tempat pengajian ustadz Khairuddin. "Assalamualaikum sista..bagaimana
kabarmu hari ini?"." Alhamdulillah bertambah tenang hidupku Zahra.
Semoga perlahan tapi pasti, trauma hidupku kepada sosok pria terkikis
habis." "Kamu inget ga apa kata ustadz Khairuddin" Iya, aku masih ingat.
Ar Ra'd:11, Allah ga akan mengubah suatu kaum, jika kaum itu tidak mau
berubah." "Jadi hidayah memang ga ada yang gratisan, sista. Kita kudu
berjuang. Kamu kan biasa jadi aktivis kampus, suka berjuang, sekarang
saatnya kamu berjuang untuk dirimu sendiri. Allahuakbar".pekik Zahra.
"Kayaknya
aku dicuekin deh sama 2 cewek cantik ini" kata Rahmat. "HIhihi, sorry,
udah mulai diskusi sama Zahra, jadi lupa deh. Maaf ya". Ikut aja Rahmat,
setiap hari Jum"at, ba'da Ashar sampai maghrib." Okay, nanti aku mau
ikut yang minggu depan.
Raysha bersyukur bisa bersahabat dengan
Zahra. Walau beda fakultas, mereka terus menjalin persahabatan, jalan
bareng, makan bareng. Zahra tidak memilih teman, walau ia sudah
berjilbab, ia tetap menyayangi Raysha apa adanya, sambil terus
menyampaikan pesan dakwah secara perlahan kepada sahabatnya itu.
Hari
jumat telah tiba. Raysha sudah tak sabar mendengarkan kajian dari
ustadz Khairuddin. Beliau dapat menyampaikan tausiyah dengan istilah
yang menyenangkan, sehingga buat orang awam atau baru belajar, tidak
merasa takut belajar agama Islam. Kadang beliau bisa seperti motivator
pelatihan emosional spiritual quotien gitu deh. Setelah membuka dengan
doa pembuka majelis, beliau memulai tausiyahnya. "Kajian kita kali ini,
adalah tentang ridho orangtua, ridho Allah." Selama pemaparannya, beliau
menyebutkan surat Al-Isra' ayat 23-24, ALLAH berfirman: "Dan Robb-mu
telah memerintahkan kepada manusia, janganlah ia beribadah melainkan
hanya kepada-Nya dan hendaklah berbuat baik kepada kedua orang tua
dengan sebaik-baiknya. Dan jika salah satu dari keduanya atau
kedua-duanya telah berusia lanjut di sisimu, maka janganlah katakan
kepada keduanya 'ah' dan janganlah kamu membentak kedua-nya. Dan
katakanlah kepada keduanya perkataan yang mulia dan rendahkanlah dirimu
terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang. Dan katakanlah, 'Wahai
Rabb-ku sayangilah keduanya sebagaimana keduanya menyayangiku di waktu
kecil'. Ya, apapun, bagaimanapun orangtua kita, tetaplah ia adalah
orangtua kita yang harus kita hormati dan kita sayangi.
Beliau juga
menyampaikan bahwa Ridho ALLAH tergantung kepada ridho orang tua, sesuai
sabda Rosululloh: "Ridho ALLAH tergantung kepada keridhoan orang tua
dan murka ALLAH tergantung kepada kemurkaan orang tua" (HR Bukhori, Ibnu
Hibban, Tirmidzi, Hakim).
"Pejamkan mata kita. Marilah kita
rasakan orangtua kita, bayangkan wajahnya yang mulai renta, rasakan dari
hatimu yang paling dalam. Bermunajatlah pada Allah." Raysha merenung
selama mendengarkan tausiyah dari ustadz Khairuddin, ia merasa seperti
ada gunung salju yang mencair di hatinya. Raysha sudah beberapa kali
ikut pengajian ustadz Khairuddin, baginya saat bermunajat, adalah saat
curhat lepas kepada Allah. Dalam hati, ia menangis, "Ya Allah, apa yang
sudah kulakukan terhadap orangtuaku. Aku begitu bencinya kepada
ayahandaku sendiri bertahun-tahun. Astaghfirullahal adziim..ampuni
dosaku Allah. Yang telah membenci ayahku sendiri. Ya Allah, aku tahu,
ayahku sudah menyakiti ibuku sedemikian rupa. Ampunilah dosa ayahku
kepada ibuku Allah. Lembutkan hati beliau agar bisa memohon maaf kepada
ibuku tercinta. Ampunilah dosaku kepada ibuku ya Allah. Karena tidak
mengindahkan nasihat beliau agar memaafkan ayahku. Ya Allah, ampunilah
dosaku dan dosa kedua orangtuaku. Sayangi mereka ya Allah, sebagaimana
mereka menyayangiku seumur hidupku." Zahra merasakan sahabatnya, Raysha.
Dieluslah punggung sahabatnya, buliran airmata tak terbendung, semoga
itu adalah pertanda kebencian kepada ayahnya telah sirna, subhanallah,
"Kun fa yakun"..Jadi, maka jadilah".
Dengan mata yang masih
sembab, Raysha pulang ke rumah diantar Toyota Yarisnya Zahra.
"Jazakillahi khairan katsiira sista..makasih ya udah mau antar jemput
aku..tak terkatakan deh"ucap Raysha. "Sama-sama sista, semoga masalahmu
dgn ayahanda tercinta ada solusinya. Amiin. Salam sayang buat ibumu ya"
Raysha berlari memasuki rumah sambil memanggil ibunya, "ibu, ibu, ibu
dimana". "Ibu disini nak, sedang menyelesaikan pesanan jahitan keluarga
bu Broto, besok mau diambil". Sambil sungkem kepada ibunya Raysha
berkata, "Ibu, aku mohon maaf atas segala kesalahanku. Aku tidak
menjalankan nasehat ibu agar memaafkan ayah. Sungguh, sekarang aku sudah
memaafkannya bu." "Alhamdulillah ya Allah. Pas kebetulan sebentar lagi
ayahmu mau datang ke rumah kita. Beliau mau meminta maaf kepada kita.
Istri kedua ayahmu meninggalkannya pergi dengan laki-laki lain." Raysha,
tak bisa membayangkan apa yang harus ia ucapkan kepada ayahnya yang
sudah bertahun-tahun meninggalkannya dengan ibunya sendiri. "Oh iya bu,
tadi ada salam sayang buat ibu dari Zahra". "Subhanallah,
wa'alaikumsalam. Kamu harus bersyukur Raysha, mempunyai sahabat sebaik
Zahra". "Iya bu, subhanallah, Zahra lah sahabat terbaikku".
Tak
lama berselang, ayahanda Raysha, Pak Cokrodatang, "Assalamualaikum"
dengan suara parau beliau datang dan sudah ada di depan pintu.
"Ayah?"
" Bu, ayah datang bu", Raysha dengan sumringahnya mendatangi ayahnya, dan mencium tangannya.
"Mas Cokro, akhirnya mas datang.", ibunda Raysha menyambutnya dengan senyum." Silakan duduk, mas".
"Terimakasih."
Raysha mau ke dapur dulu ya yah untuk membuatkan minum,"
"Nanti saja anakku. Aku mau bicara kepada kalian."
Dengan
suara parau karena perasaan menyesal yang mendalam beliau berkata,
"Sungguh aku datang kesini untuk meminta maaf kepada kalian. Ayah sudah
melakukan begitu banyak kesalahan. Maukah kalian memaafkan ayah?"
"Klo ibu sudah memaafkan ayah dari dulu"
Raysha
tiba-tiba mendekat pada ayahnya, dan langsung "sungkem kepada ayahnya,
"Maafkan aku ayah. Karena bertahun-tahun kumembenci ayah. Hingga tadi,
aku mulai sadar, bagaimanapun ayah adalah ayahku, aku mohon maaf tidak
menerima ayah apa adanya. Aku sayang sama ayah".
Bergetarlah hati pak Cokro, sambil menangis beliau berucap"Tidak anakku, kamu tidak salah. Ayahmulah yang salah."
"Ajeng,
mas juga mau meminta maaf padamu. Maukah Ajeng memaafkan mas. Mas
sungguh menyesal telah menikahinya. Ia telah berselingkuh dengan pria
lain, mas ditinggalkannya. Sekarang mas tidak punya siapa-siapa lagi
selain kalian. Ajeng, maukah kau menerima mas lagi sebagai suamimu?"
Pak Cokro mengiba kepada bu Ajeng.
"Iya mas. Walau sudah
bertahun-tahun mas tinggalkan, aku masih mencintai mas. Akupun
bersyukur sekarang Raysha sudah memaafkan mas."
"Alhamdulillah ya
Allah. Betapa besar anugerahMu padaku yang berlumuran dosa ini, Pak
Cokro sujud syukur di lantai dengan berderai air mata kebahagiaan.
Subhanallah,
betapa DIA kadang mentakdirkan sesuatu yang surprise, permasalahan
bertahun-tahun, bisa "kun fa yakun, terselesaikan, dalam satu hari".
Babak
baru telah dimulai. Raysha telah lengkap kembali orangtuanya, sekarang
saatnya ia ingin berhijrah menggunakan jilbab, sebagai tanda syukurnya
kepada Allah. Ia terinspirasi Zahra yang memakai jilbab tanpa mengurangi
kebaikan-kebaikan yang telah ia lakukan. Raysha berharap ia bisa
berjilbab bahkan lebih bersemangat menebar kebaikan untuk orang-orang di
sekelilingnya.
Sebagaimana ia telah mempelajari dengan ustadz
Khairuddin tentang ayat Al Quran tentang ayat perintahNya untuk
berjilbab, "QS. Al-Ahzab: 59, “Wahai Nabi, katakanlah kepada
istri-istri, anak-anak perempuan dan istri-istri orang Mukmin,
‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.’ Yang
demikian itu supaya mereka mudah dikenali, oleh sebab itu mereka tidak
diganggu. Dan Allah adalah Maha pengampun lagi Maha Penyayang.” Sepulang
dari pengajian ustadz Khairuddin, Raysha bercakap-cakap dengan Zahra.
"Zahra, rasanya sudah saatnya aku berjilbab" Raysha membuka pembicaraan.
"Wah, subhanallah, alhamdulillah, laailaha ilallah, Allahuakbar", seru Zahra.
"Aku
sudah melakukan perenungan demi perenungan Zahra. Sesungguhnya jilbab
itu adalah bukan sekedar kewajiban tapi juga wujud kasih sayang Allah,
sebagai tanda penghormatan kepada kaum hawa. Aku butuh berjilbab Zahra,
mulai esok akan kututup auratku semata-mata berharap keridhoanNya.
Semoga dengan kukenakan jilbab esok, bertambah pula ketenangan batinku
karena kuyakini Dia terasa lebih dekat. Allahuakbar".
"Baiklah, sekarang giliran aku yang akan membantu memilihkan jilbab yang syar'i, dan sesuai dengan kepribadianmu, okey".
"Thank you my best friend. I really appriciate that".
Usianya
sekarang 22 tahun. Ia sudah lulus sekarang. Dan sambil mencari
pekerjaan, Ia minta dicarikan jodoh kepada Zahra.. yg mrpkn aktivis
dakwah..dimulailah kehidupan cinta Raysha..ta'aruf bknlah hal mudah.
Semua ada prosesnya. Munajat demi munajat ia lakukan, sholat demi sholat
ia lakukan, untuk menemukan takdir cintanya. Kenalan lwt email, dgn di
cc kepada Zahra. Sampai akhirnya ia menemukan sosok yg dicarinya. Sosok
sederhana dan bersahaja. Disaat ta'aruf ia merasakan desiran2
aneh..kenyamanan bersamanya. Raysha mentafakuri surat Ar Rum:21,"...Dan
di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu
pasangan-pasangan dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa
tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan
sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat
tanda-tanda bagi kaum yang berpikir." Ya, keywordnya tentram. Sosok itu
bernama Ridho.
Tibalah saatnya Ridho mendatangi rumah Raysha untuk
berkenalan dengan keluarganya. Zahra pun turut serta menemani Raysha.
Ramah tamah dimulai. Sosok sederhana dan bersahaja itu mudah diterima
oleh keluarganya, alhamdulillah.
"Ridho, bapak jujur bukanlah suami
yang baik tapi sekarang tiada istilah terlambat bapak ingin berupaya
menjadi yang terbaik. Menurutmu pernikahan itu apa, nanda?"
"Baiklah
pak, Ridho akan berusaha menjawabnya. Pernikahan adalah bertemunya dua
insan manusia yang saling mencintai karenaNya dalam ikatan suci yang
diliputi oleh taliNya yang sangat kokoh dan tidak mudah putus. Dalam
pernikahan, jika lillahi ta'ala perbedaan karakter bukanlah masalah,
namun adanya keanekaragaman warna-warni kehidupan yang akan memperindah
kehidupan rumah tangga itu sendiri."
"Subhanallah, lalu apakah kamu sudah yakin bahwa Raysha adalah jodoh kamu"
"Insya
Allah bapak. Walaupun kami baru beberapa kali bertemu dalam proses
taaruf ditemani Zahra, Kedatangan saya kesini menandakan keyakinan saya
setelah melalui proses dan pertimbangan yang matang."
"Raysha, bagaimana dengan kamu?"
"Insya Allah Raysha sudah mantap dengan pilihan Raysha yaitu mas Ridho".
"Ridho, apakah kamu siap menjadi imam atau nahkoda rumah tangga tuk berlayar mengarungi samudraNya Yang Maha Luas tak Bertepi?"
"Saya siap bapak, lahir batin untuk menjadi imam nahkoda rumah tangga buat Raysha."
Subhanallah,
proses perkenalan dengan keluarga Raysha berjalan dengan lancar. Dan
seterusnya proses lamaran dilaksanakan. Disaat yg sama, ia diterima
bekerja di perusahaan bonafid yg dia harapkan, namun disisi lain ia
harus mengikuti suaminya bertugas ke pulau terpencil. Raysha memutuskan
mengikuti suaminya. Ia mentafakuri surat ibu Kartini "ibu adalah sekolah pertama" untuk anak2nya. Ia tinggalkan jenjang karirnya, ia
melangkah ke depan tuk mengabdi bersama suaminya tercinta.
Begitu
besar peran seorang ibu dalam mendidik anak-anaknya, maka tidak dapat
dipungkiri bahwa ibu adalah sekolah yang pertama. Seorang RA Kartini pun
mengakui hal itu, yang diutarakan lewat sebuah surat kepada Prof. Anton
dan istrinya : “Kami di sini memohon diusahakan pengajaran dan
pendidikan anak perempuan, bukan sekali-kali karena kami menginginkan
anak-anak perempuan itu menjadi saingan laki-laki dalam perjuangan
hidupnya. Tapi karena kami yakin akan pengaruhnya yang besar sekali bagi
kaum wanita, agar wanita lebih cakap melakukan kewajibannya, kewajiban
yang diserahkan alam sendiri ke dalam tangannya: menjadi ibu, pendidik
manusia yang pertama-tama. [Surat Kartini kepada Prof. Anton dan Nyonya,
4 Oktober 1902]."
Kisah Ibu Kartini menginspirasi Raysha untuk
fokus mengabdi kepada suaminya tercinta. Pendidikan boleh tinggi namun
prioritas hidup tetaplah pengabdiannya kepada suami tercinta, "ridho
suami ridho Allah". Hatinya ridho, tentram damai walau harus di pulau
terpencil hidup bersama suaminya, mas Ridho, subhanallah. Jika saatnya kelak
ditakdirkanNya mempunyai seorang anak, ia siap menjadi sekolah pertama
bagi anak-anaknya. Ya Allah, jadikanlah kami hamba-hambaMu yang ikhlas
mengabdi kepada suami kami semata-mata berharap ridhoMu, berharap
MahabbahMu, amiin ya robbal alamiin.